Kemen PPPA Kaji Ulang RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, Kejar Masuk Prolegnas 2021

  • Dipublikasikan Pada : Rabu, 12 Agustus 2020
  • Dibaca : 3150 Kali
...

    
Siaran Pers Nomor: B-195/Set/Rokum/MP 01/08/2020

Jakarta (12/08) – Memastikan penegakan hukum dan regulasi yang mengatur agar korban mendapat keadilan dalam upaya penghapusan kekerasan seksual, menjadi sangat penting bahkan sebuah kebutuhan saat ini. Hal ini disampaikan Plh. Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Ratna Susianawati lantaran jumlah kasus kekerasan seksual di Indonesia semakin mengkhawatirkan sehingga Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (UU PKS) sangat dinantikan.

“Kemen PPPA Menerima banyak sekali masukan, orasi dan dukungan masyarakat yang berharap ada sebuah payung hukum atau regulasi yang bisa memberikan kepastian, baik itu dari sisi pencegahan, penanganan, pemulihan, ataupun upaya-upaya penegakan hukum dengan maraknya kasus-kasus kekerasan khususnya kekerasan seksual yang semakin hari semakin mengkhawatirkan kita semua,” ujar Ratna dalam Diskusi Daring ‘Penghapusan Kekerasan Seksual Demi Penegakan Keadilan, Pemulihan Korban, dan Pencegahan Keberulangan yang Efektif’, Selasa (11/08).

Meski Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU) PKS tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2020, menurut Ratna ini menjadi kesempatan yang baik bagi Kemen PPPA untuk mendapat masukan dari berbagai pihak sebagai bahan pengayaan serta kembali melakukan kajian ulang dan pembenahan-pembenahan dalam pembahasan RUU PKS. Tentunya agar bisa memberikan regulasi yang sesuai kebutuhan dan keinginan semua pihak. Ratna optimis, RUU PKS dapat masuk menjadi prioritas di Prolegnas 2021.

Menurut Wakil Ketua Komisi VIII DPR-RI Ace Hasan Syadzily tidak mudah membahas RUU hingga akhirnya menjadi sebuah undang-undang. Konsekuensi dari tidak masuknya RUU PKS dalam Prolegnas Tahun 2020 menyebabkan RUU PKS harus dibahas kembali dari awal. Oleh karena itu, Ace berharap keterlibatan dan dukungan berbagai pihak untuk memastikan RUU PKS menjadi undang-undang tidak putus.

“Upaya kita untuk mencegah dan melakukan upaya penghapusan kekerasan seksual adalah kerja-kerja maraton yang harus dilakukan oleh semua pihak. Ini (kekerasan seksual) masalah serius. Penghapusan kekerasan seksual bukan hanya soal pemidanaan tapi juga soal konstruksi cara berpikir kita, soal upaya kita melakukan rehabilitasi terhadap korban, dan upaya kita untuk memanusiakan manusia,” ujar Ace.

Menurut Pakar Hukum Keluarga Soelistyowati Sugondo, urgensi UU PKS juga berkaitan dengan penegakan hukum yang sering kali tersendat karena ketiadaan aturan hukum yang dapat menjerat pelaku kekerasan seksual di luar yang diatur Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Kehadiran UU PKS juga dinilai untuk melindungi korban tidak hanya di dalam lingkup keluarga inti, tetapi juga lingkup keluarga lebih besar misalnya dalam penanganan salah satu bentuk kekerasan seksual yaitu pemaksaan perkawinan.

“Kejahatan atau kekerasan seksual yang dialami pada korban itu berkepanjangan, malah kejahatannya itu berjalan terus, sampai kapan tidak dapat dipastikan. Orang tidak mengira bahwa sesungguhnya di balik pemaksaan perkawinan itu ada unsur tindak pidananya baik pada saat kejadian pemaksaannya maupun akibat kemudian ataupun jangka panjangnya. Jelas dari unsur paksaan maka ada kekerasan, dan kekerasan termasuk tindak pidana,” jelas Soelistyowati.

Di sisi lain, RUU PKS telah merumuskan penguatan kapasitas kelompok adat untuk mencegah  kekerasan seksual, serta pemulihan di samping sanksi pidana. Menurut Pakar Hukum Adat Kunthi Tridewiyanti dan Tody Sashmita Jiwa Utama, di satu sisi masih terdapat adat atau budaya  yang merugikan perempuan, namun di sisi lain ada juga yang memberikan perlindungan terhadap perempuan, baik melalui sanksi adat maupun upaya pemulihan bagi korban. 

 “Dalam peradilan adat dalam penanganan kasus-kasus kekerasan seksual, maka perlu ditekankan keadilan bagi korban” ujar Kunthi Tridewiyanti.

 “Tidak semua adat merugikan dan menyudutkan korban kekerasan seksual, masih ada adat yang memiliki narasi  yang melindungi perempuan, hanya saja praktiknya bisa berbeda, karena ditafsirkan atau dimaknai berbeda dari konsep awal. Maka penting untuk memaknai narasi lokal yang baik ke dalam  gagasan hukum nasional untuk pencegahan praktik kekerasan seksual” tambah Tody Sashmita Jiwa Utama.

Diskusi ke III ini merupakan bagian dari Serial Diskusi Webinar tentang Penghapusan Kekerasan Seksual dalam Kerangka Undang-Undang. Diskusi dipandu oleh Valentina Sagala dengan pembicara selain Pakar Hukum Keluarga Soelistyowati Sugondo, juga hadir Pengajar di Universitas Indonesia Kunthi Tridewiyanti, Pengajar Fakultas Hukum UGM Tody Sashmita Jiwa Utama, serta Ketua Komnas HAM Taufan Damanik selaku penanggap aktif Taufan Damanik. 

PUBLIKASI DAN MEDIA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN  PEREMPUAN
                                                                                                 DAN PERLINDUNGAN ANAK
                                                                                                         Telp.& Fax (021) 3448510,
                                                                                        e-mail : publikasi@kemenpppa.go.id

Publikasi Lainya

Siaran Pers, Rabu, 31 Mei 2023

Perkuat Lembaga Layanan Kualitas Hidup Anak Untuk Percepatan Menuju Provinsi Layak Anak di Kalimantan Selatan ( 37 )

Jakarta (1/6) – Dalam upaya mempercepat Provinsi Kalimantan Selatan menjadi Provinsi Layak Anak (Provila), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak…

Siaran Pers, Selasa, 30 Mei 2023

Komitmen Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Dorong Percepatan KLA Melalui Standardisasi Layanan Kualitas Hidup Anak ( 16 )

Jakarta (1/6) – Upaya mempercepat Provinsi/Kabupaten/Kota Layak Anak, salah satunya dilakukan di Provinsi Bali. Dalam rangka percepatan tersebut, Kementerian Pemberdayaan…

Siaran Pers, Senin, 29 Mei 2023

Kalimantan Tengah Berkomitmen Kembangkan Layanan Kualitas Hidup Anak Untuk Percepatan Kabupaten/Kota Layak Anak ( 15 )

Jakarta (1/6) – Dalam rangka percepatan Provinsi Layak Anak, pemenuhan target RPJMN 2024, dan target rencana strategis, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan…

Siaran Pers, Rabu, 31 Mei 2023

The Indonesia Gender Dashboard on Women in SMEs, Kolaborasi Promosikan Pemberdayaan Ekonomi Perempuan dan UMKM Indonesia ( 52 )

Jakarta (31/5) – Selama Presidensi G20 di Indonesia, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menjalin kemitraan dengan G20 EMPOWER…

Buku, Rabu, 31 Mei 2023

Indeks Perlindungan Anak Tahun 2022 ( 33 )

Indeks Perlindungan Anak Tahun 2022 kerjasama antara Kemen PPPA dengan BPS