Libatkan Anak dan Remaja untuk Pemutus Mata Rantau Praktek Sunat Perempuan

  • Dipublikasikan Pada : Kamis, 09 Desember 2021
  • Dibaca : 2607 Kali
...

Siaran Pers Nomor: B-481/SETMEN/HM.02.04/12/2021

 

Jakarta (08/12) – FGM/C (Female Genital Mutilation/Cutting) atau P2GP (Pemotongan dan Perlukaan Genitalia Perempuan) atau disebut sebagai Sunat Perempuan dapat dikategorikan sebagai sebuah bentuk kekerasan terhadap anak perempuan. Asisten Deputi Perlindungan Khusus Anak dari Kekerasan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Ciput Eka Purwianti menegaskan bahwa P2GP atau sunat perempuan tidak memberikan manfaat justru memberikan dampak buruk bagi anak perempuan.

“Praktik pemotongan atau perlukaan genitalia pada perempuan atau dikenal sebagai sunat perempuan yang dilakukan pada anak perempuan di Indonesia ini dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk kekerasan pada anak. Tidak ada indikasi medis yang menganjurkan pratek tersebut. Bahkan Musyawarah Ulama Pesantren II di Bogor beberapa waktu yang lalu merekomendasikan pemerintah untuk segera membuat regulasi yang melarang praktik P2GP di masa-masa yang akan datang dan mengajak seluruh ulama dan tokoh masyarakat untuk memberikan pemahaman yang komprehensif tentang bahaya tersebut di tengah masyarakat,” tegas Ciput dalam kegiatan Validasi akhir Penyusunan Manual Fasilitator Anak untuk Pencegahan Perlukaan dan Pemotongan Genitalia Perempuan (P2GP) didukung oleh United Nations Population Fund (UNFPA) Indonesia, (07/12).

Ciput menuturkan, Kementerian Kesehatan RI telah mengedukasi  semua tenaga medis dokter, dokter anak,  dan bidan untuk tidak melakukan sunat pada anak perempuan. Namun hingga saat ini praktek tersebut masih banyak dilakukan oleh orang tua dengan meminta dokter atau bidan untuk melakukan sunat pada anak perempuannya.

“Masih sulit memberi pemahaman secara komprehensif sekaligus mengedukasi masyarakat bahwa praktek sunat perempuan tidak diajarkan dalam pendidikan kedokteran, kebidanan maupun keperawatan. Sehingga dibutuhkan peran penting dari masyarakat sendiri untuk bisa memutus rantai praktek P2GP tersebut.

Kementerian PPPA terkait upaya pencegahan FGM/C atau P2GP sudah mendorong banyak pihak seperti organisasi keagamaan, Ikatan Bidan Indonesia, Ikatan Dokter Anak Indonesia, serta Kementerian/Lembaga lain termasuk BKKBN untuk terus melakukan edukasi ini ke semua pihak.

Untuk memutus mata rantai terjadinya P2GP atau sunat anak perempuan ini memang tidak bisa hanya dilakukan oleh Kemen PPPA saja. Selain pendekatan pada orang dewasa, saat ini Kemen PPPA juga tengah melakukan strategi lain untuk memutus mata rantai terjadinya tindakan sunat perempuan dan upaya pencegahan P2GP dengan melibatkan anak dan remaja sebagai peer group atau rekan sebaya di kelompoknya.  Harapannya anak dan remaja  bisa memberi edukasi sekaligus berbagi pengetahuan kepada seluruh anak dan remaja di seluruh Indonesia sebagai pemutus mata rantai praktek P2GP atau sunat perempuan tersebut.

“Anak-anak Indonesia ini sebagai agen perubahan, sebagai pelopor dan pelapor. Sebagai pelopor mereka punya kapasitas memahami kesehatan reproduksi remaja, memahami dampak buruk dari sunat perempuan, dan bagaimana melakukan pencegahan atau edukasi P2GP kepada teman sebayanya. Jadi dari anak kepada anak, dan remaja kepada remaja. Kekuatan peer group itu yang kita manfaatkan,” jelas Ciput.

Ciput menjelaskan anak dan remaja kelak akan menjadi orang tua dan memiliki anak. Oleh karena itu edukasi kepada mereka harus dilakukan agar mereka betul-betul paham bahwa tidak ada indikasi medis untuk tindakan P2GP atau sunat perempuan. Bahkan jika perlukaan dilakukan bisa memberikan dampak berbahaya bagi kesehatan anak misalnya menimbulkan infeksi jika tidak diobati dengan benar atau trauma hingga anak dewasa.

“Kami sekarang sedang menyusun modul pencegahan P2GP sebagai modul bagi anak mengedukasi teman sebayanya agar mereka paham saat nanti dewasa tidak akan melakukan praktik itu lagi,” jelas Ciput.

Ciput juga menghimbau kepada para orang tua muda dan generasi muda atau milenial yang saat ini sudah menjadi orang tua untuk tidak ragu mencari informasi yang benar tentang dampak-dampak dari sunat perempuan dan mempelajari lebih dalam baik dari sisi medis, maupun sisi keagamaan sehingga praktik sunat perempuan dapat dihentikan.

BIRO HUKUM DAN HUMAS KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK

Telp & Fax (021) 3448510,

e-mail : humas@kemenpppa.go.id www.kemenpppa.go.id

Publikasi Lainya

Siaran Pers, Jumat, 31 Maret 2023

Menteri PPPA : Lindungi Perempuan dan Anak dari Dampak Praktik Korupsi ( 62 )

Jakarta (31/3) – Korupsi dapat menimbulkan dampak yang berbeda-beda terhadap masyarakat dan perempuan menjadi korban yang paling menderita dari praktik…

Siaran Pers, Jumat, 31 Maret 2023

Menteri PPPA Sambut Baik Perpanjangan Gugus Tugas Percepatan RUU PPRT ( 107 )

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga menyambut baik langkah Kantor Staf Presiden (KSP) yang memperpanjang penugasan Gugus…

Dokumen Kinerja, Jumat, 31 Maret 2023

LAKIP Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat 2022 ( 20 )

LAKIP Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat 2022

Dokumen Kinerja, Jumat, 31 Maret 2023

LAKIP Deputi Bidang Kesetaraan Gender 2022 ( 22 )

LAKIP Deputi Bidang Kesetaraan Gender 2022

Siaran Pers, Kamis, 30 Maret 2023

Menteri PPPA: Maqashid Syariah Lin Nisa, Inovasi Pendekatan Keagamaan Dukung Perempuan Bekerja ( 187 )

Jakarta (30/3) – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga mendukung pembangunan norma gender yang positif dan mendorong…