Menteri PPPA : Tata Kelola Baru, UPTD PPA Jadi Tempat Pertama Dalam Penanganan Kasus Kekerasan
- Dipublikasikan Pada : Minggu, 13 Maret 2022
- Dibaca : 886 Kali

Siaran Pers Nomor: B-128/SETMEN/HM.02.04/03/2022
Makassar (12/03) – Upaya penanganan kasus kekerasan seksual yang cepat, terintegrasi dan komprehensif, menurut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA) Bintang Puspayoga, sudah sangat mendesak untuk dilaksanakan. Bentuk penyelenggaraan layanan terpadu bagi para perempuan dan anak korban kekerasan adalah salah satu poin yang mendapat perhatian khusus DPR RI dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU TPKS. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) dalam menindaklanjuti perhatian besar dari DPR RI berupaya mewujudkan mekanisme One Stop Service dimana UPTD PPA akan menjadi tempat pertama dalam penanganan kasus kekerasan, utamanya kekerasan seksual.
Menteri PPPA menegaskan pada saatnya nanti ketika RUU TPKS disahkan menjadi Undang-Undang, maka pemerintah juga harus sudah siap dengan tata kelola baru UPTD PPA. Untuk itu, pihaknya perlu melakukan simulasi dan menyamakan persepsi manajemen kasus ke beberapa daerah salah satunya adalah Provinsi Sulawesi Selatan.
“UPTD PPA Provinsi Sulawesi Selatan ini adalah lokasi UPTD PPA ke-lima yang kami kunjungi untuk memperkenalkan dan melakukan simulasi tata kelola UPTD PPA yang baru. Di sini kami melakukan penajaman dan pendalaman terkait sistim tata kelola baru yang bersifat One Stop Service. Dibutuhkan sinergi kerjasama yang kuat antar pihak. Korban tidak lagi dibawa ke satu unit layanan ke layanan lainnya, namun petugaslah “dengan cara on call” sudah siap memberikan pertolongan pertama di UPTD PPA tentunya sesuai dengan hasil assesment kebutuhan korban. Hal ini juga untuk menghindari agar korban tidak mengalami seperti : trauma, stress, dan pemeriksaan yang berulang-ulang serta revictimisasi. UPTD PPA akan menjadi tempat pertama dalam penanganan kasus kekerasan, utamanya kekerasan seksual. “One stop services” ini dianalogikan seperti halnya mekanisme “Mall Pelayanan Publik” yang saat ini sudah berjalan di masyarakat. Dengan tata kelola yang baru, diharapkan setiap korban akan mendapatkan pelayanan, penanganan serta mengutamakan kepentingan terbaik bagi korban,” ujar Menteri PPPA saat melakukan pertemuan dengan Dinas PPPA, UPTD PPA Provinsi Sulsel dan beberapa pihak yang memiliki kewenangan penanganan korban seperti Unit PPA Polda, Dinas Sosial, Kepala RSUD Labuan Baji dan Bagian Forensik RS Bhayangkara.
Simulasi ini merupakan bagian dari persiapan pembahasan DIM RUU TPKS dengan DPR. Dengan mendengarkan proses layanan di daerah dan melakukan diskusi bersama-sama, Menteri PPPA berharap agar nantinya baik pusat maupun daerah memiliki persamaan sudut pandang dan prosedur standar yang sama pula.
“UPTD PPA Sulawesi Selatan diharapkan bisa menjadi salah satu pilot project tata kerja dengan standar prosedur yang sama dengan pusat di Jakarta. Pola baru ini tentu saja belum final karena kami juga harus mendengarkan kendala penanganan pelayanan di daerah dan mengkaji ulang. Kami mendapatkan banyak masukan tadi dari berbagai pihak yang sudah setiap hari melakukan pendampingan terhadap korban. Kami akan mempertimbangkannya dan tentu saja hal ini diharapkan bisa memperkaya dan menyempurnakan pelaksanaan UPTD PPA tata kerja baru di daerah,” tutur Menteri PPPA.
Sementara itu,Kepala UPTD PPA Provinsi Sulawesi Selatan, Meisy Papayungan menjelaskan bahwa selama ini memang tidak semua assesmen dilakukan di kantor UPTD PPA sehingga bisa dilakukan di mana saja.
“Kami memang selama ini lebih banyak bersifat mobile, assesmen bisa dimana saja. Untuk setiap kasus viral, kami langsung turun melakukan penjangkauan. Kendalanya memang untuk setiap korban kekerasan seksual, belum ada korban yang berani melaporkan kasusnya sesegera mungkin. Dukungan sosial dari keluarga yang minim atau bahkan tidak ada yang menyebabkan korban tidak berani melapor, atau melapor setelah beberapa waktu dari kejadian. Namun, kami juga melihat pihak kepolisian sudah sangat kooperatif saat menerima laporan korban. Jika korban melapor tanpa pendamping, maka polisi akan menghubungi kami,” ungkap Meisy.
Kecenderungan korban untuk tidak berani melapor juga disayangkan oleh dr. Deni, dokter ahli forensik dari RS Labuang Baji, Kota Makassar.
“Selama saya menangani korban, banyak dari mereka awalnya tidak mau melaporkan segera. Aib adalah penghalang utama. Korban yang menggunakan aplikasi MiChat banyak dan mereka rata-rata menjadi korban ganda karena juga mendapat kekerasan fisik dari orangtua mereka karena merasa dipermalukan. Dan satu hal yang hingga saat ini banyak menjadi kendala adalah BPJS tidak bisa menanggung claim kasus kekerasan seksual. Menurut saya hal ini yang juga harus diperjuangkan dalam tata pola yang baru selain keterbatasan SDM yang mampu dan regulasi yang mendukung,” ungkap Deni.
Menteri PPPA berjanji akan mempertimbangkan setiap kendala pelayanan yang ada. Untuk sementara ini, pemerintah telah menyalurkan DAK Non Fisik bagi 216 kabupaten/kota yang bisa digunakan untuk memberikan pendampingan bagi korban.
“Belakangan ini banyak kasus terungkap yang artinya juga masyarakat sudah banyak yang berani melapor. Pemantapan atau pengembangan fungsi UPTD PPA, tidak menghilangkan semangat sinergi dengan pihak-pihak yang selama ini memang sudah sangat baik dalam membangun jejaring untuk memberikan layanan bagi korban kekerasan. Di satu sisi, kami perlu menekankan kembali bahwa DAK Non Fisik dapat digunakan untuk memberikan pelayanan bagi korban. Yang utama adalah korban merasa aman. Ke depan pemerintah juga akan lebih memperkuat fungsi pencegahan agar tidak lagi ada korban,” tutup Menteri PPPA.
BIRO HUKUM DAN HUMAS
KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
DAN PERLINDUNGAN ANAK
Telp.& Fax (021) 3448510
e-mail : humas@kemenpppa.go.id
website : www.kemenpppa.go.id
Publikasi Lainya
KemenPPPA Kecam Kasus Pelecehan Seksual Oleh Kepsek dan Guru Madrasah Di Wonogiri ( 49 )
Jakarta (2/6) – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengecam dugaan pelecehan seksual yang dilakukan Kepala Sekolah (M) dan…
Jakarta (1/6) – Dalam upaya mempercepat Provinsi Kalimantan Selatan menjadi Provinsi Layak Anak (Provila), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak…
Jakarta (1/6) – Upaya mempercepat Provinsi/Kabupaten/Kota Layak Anak, salah satunya dilakukan di Provinsi Bali. Dalam rangka percepatan tersebut, Kementerian Pemberdayaan…
Jakarta (1/6) – Dalam rangka percepatan Provinsi Layak Anak, pemenuhan target RPJMN 2024, dan target rencana strategis, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan…
Jakarta (31/5) – Selama Presidensi G20 di Indonesia, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menjalin kemitraan dengan G20 EMPOWER…