Perkuat Komitmen Pengarusutamaan Gender dalam Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial (RAPS)
- Dipublikasikan Pada : Kamis, 14 April 2022
- Dibaca : 1708 Kali

Siaran Pers Nomor: B-216/SETMEN/HM.02.04/04/2022
Jakarta (14/04) – Partisipasi setara merupakan bentuk keadilan gender dalam proses pembangunan termasuk melalui perhutanan sosial dengan mempertimbangkan pengalaman, kebutuhan, dan hambatan yang dialami laki-laki dan perempuan. Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Lenny N Rosalin mengungkapkan saat ini pengelolaan hutan berbasis masyarakat telah diterapkan namun partisipasi perempuan masih rendah sebab belum semua anggota masyarakat mendapat kesempatan dan akses yang sama untuk berpartisipasi dalam mengelola hutan.
“Perhutanan sosial masih cenderung menguntungkan elit laki-laki dan menguatkan dominasi laki-laki dalam mengelola hutan. Selain itu, norma dan persepsi sosial banyak mempengaruhi partisipasi perempuan dalam pengelolaan hutan. Perempuan cenderung memegang peran domestik dalam rumah tangga, sementara pengelolaan hutan identik dengan ranah publik yang didominasi laki-laki. Padahal, ketimpangan partisipasi dapat mengakibatkan distribusi manfaat yang tidak merata bagi anggota masyarakat,” ungkap Lenny dalam Webinar Gender Dalam Reforma Agraria dan Perhutanan Nasional pada Rabu (13/4).
Lenny menyebutkan integrasi gender dalam reforma agraria dan perhutanan sosial disebutkan dapat memastikan partisipasi dan hak yang setara antara perempuan dan laki-laki dan melihat kapasitas atau peran penting perempuan dalam mewujudkan pengelolaan hutan yang berkelanjutan.
“Oleh sebab itu, dibutuhkan program-program yang melibatkan perempuan, untuk kepatuhan terhadap peraturan, perlindungan hutan, kerja sama yang lebih baik, solidaritas, dan resolusi konflik, karena perempuan lebih mampu membangun modal sosial yang didasari relasi dibandingkan dengan laki-laki. Selain itu, untuk mendukung hal tersebut perlu adanya pendampingan untuk memfasilitasi praktik kelola yang inklusif, seperti memastikan perempuan berkesempatan untuk menyampaikan pendapat dan didengarkan dalam pertemuan; atau pelatihan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan minat laki-laki dan perempuan,” ujar Lenny.
Lenny mengungkapkan beberapa strategi dalam pelaksanaan pengarusutamaan gender dalam reforma agraria dan perhutanan sosial diantanya; pengembangan regulasi yang mengatur secara teknis tentang data pilah; adanya aturan penguatan peran dan keterlibatan perempuan baik dalam pemetaan maupun penjaringan tenaga pendamping Perhutanan Sosial dimana kuota perempuan sebesar 30 persen; perlunya perluasan pendataan calon petani hutan perempuan yang potensial untuk selanjutnya masuk menjadi bagian dari target dan sasaran pendampingan kelompok; peran pemerintah dan pemerintah daerah untuk menetapkan program/kegiatan/sub kegiatan peningkatan kapasitas bagi anggota KTH khususnya perempuan; dan perlu adanya skema permodalan usaha yang memberikan kemudahan akses bagi perempuan mulai dari kemudahan persyaratan, tanpa agunan, tanggung renteng, otorisasi kelompok dan sebagainya).
Capaian program perhutanan sosial yang dilaksanakan oleh pemerintah pada tahun 2015-2019 menunjukkan adanya ketimpangan gender dalam pengelolaan hutan oleh masyarakat. Akses perempuan terhadap tanah melalui perhutanan sosial jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan akses laki-laki. Data KLHK menunjukkan dari 712.560 KK, sebanyak 669,806.4 atau 94% adalah laki-laki dan hanya 42,753.6 atau 6% adalah perempuan (perempuan kepala keluarga). Hal ini menunjukkan bahwa perempuan sangat rendah aksesnya untuk mengelola hutan, karena dia tidak berstatus sebagai kepala keluarga. Hanya perempuan yang berstatus sebagai kepala keluarga (janda/single parent) yang memperoleh akses terhadap tanah perhutanan sosial.
Saat ini sudah ada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 9 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial sebagai salah satu kebijakan untuk menjamin kesempatan dan akses yang sama bagi perempuan dan laki-laki dalam mendapatkan izin perhutanan sosial. Namun, hal ini masih membutuhkan komitmen politik dan strategi khusus percepatan pelaksanaan program perhutanan sosial yang responsif gender. Untuk itu, perlu adanya diskusi dan pembahasan mengenai Strategi Percepatan Pelaksanaan Perhutanan Sosial Reforma Agraria serta Integrasi Kesetaraan Gender dalam Perhutanan Sosial bersama dengan para pemangku kebijakan terkait.
Lebih lanjut, terkait keterlibatan perempuan sebagai Pemegang Hak Tanah Objek Reforma Agraria (TORA), Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertahanan Nasional, Surya Tjandara menerangkan Pengarusutamaan Gender (PUG) sudah menjadi visi dan arah tujuan secara nasional yang tertuang pada Kerangka Pembangunan Rancangan Teknokratis RPJMN 2020-2024 dan diturunkan pada Renstra khususya Kementrian ATR/BPN. Salah satu bentuk komitmen ATR/BPN yakni Permen ATR/BPN No 27 Tahun 2020 Tentang Rencana Strategis Kementerian ATR/BPN Tahun 2020-2024.
“Dalam RPJMN terdapat penguatan hak perempuan dan kesetaraan gender dalam penurunan ketimpangan (kepemilikan tanah & sosial ekonomi masyarakat). Pengarusutamaan gender, terkait berbagi peran antara laki-laki dan perempuan. Peran yang identik dilakukan laki-laki, juga bisa dilakukan oleh perempuan, dan sebaliknya. Indikator keterlibatan perempuan dalam implementasi penanganan akses reforma agraria melalui data jumlah laki-laki dan perempuan, jumlah kelompok perempuan terbentuk, angka partisipasi perempuan, jumlah keterlibatan perempuan, jumlah kelompok perempuan mendapatkan fasilitas permodalan, dan data peran perempuan dalam meningkatkan kesejahteraan,” terang Surya.
Wamen Surya mengatakan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), melalui Program Percepatan Reforma Agraria atau PPRA telah memperhatikan PUG. PPRA ini bertujuan untuk memberikan atau meningkatkan kemakmuran setiap rakyat Indonesia. Implementasi pengarusutamaan gender dapat terlihat pada Pemberdayaan terkait hal-hal pertanahan dan peningkatan kesejahteraan di Desa Mekar sari, Kec. Panimbang, Kab. Pandeglang, Prov. Banten dilakukan menyasar pada ibu-ibu. Selain itu pelibatan perempuan untuk konsultan perorangan dan field staff di lingkungan pusat dan Kantor Wilayah.
“Perlu kolaborasi lintas sektor Pemerintahan dan kerjasama dengan kelompok masyarakat untuk membangun kesadaran perempuan akan nilai tambah kepemilikan HAT dengan nama pribadi. Kita semua percaya, bahwa Reforma Agraria adalah jawaban untuk memperkuat ruang kelola tanah oleh Perempuan Indonesia. Keterlibatan dan peranan perempuan dalam bentuk ruang kelola, baik dalam penerbitan HGU khususnya plasma dan dalam konsep Reforma Agraria, akan sangat dirasakan membantu bagi peningkatan perekonomian masyarakat. Untuk itu, Pemerintah butuh masukan dari masyarakat di mana saja area yang mengalami kekurangan ruang bagi perempuan dan kebijakan seperti apa yang diharapkan dari sisi masyarakat,” ujar Surya.
Terkait kebijakan kesetaraan gender dalam percepatan reforma agraria dan perhutanan sosial, Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Bambang Supriyanto mengatakan perhutanan sosial dilakukan untuk menghilangkan ketidakadilan gender dalam pengelolaan hutan. Berbagai jenis ketidakadilan gender yang dialami perempuan dalam hal perhutanan sosial antara lain; sub-ordinasi atau penomorduaan perempuan dibanding laki-laki; kemudian perempuan mengalami marginalisasi atau peminggiran; perempuan mengalami beban ganda atau double burden; berbagai jenis kekerasan, dan pemberian label negatif atau stereotyping.
“Kesetaraan gender dalam perhutanan sosial dapat dilakukan dengan memberikan perempuan peran-peran strategis misalnya saja peran sebagai pengurus/anggota kelompok perhutanan sosial, pengurus/anggota KUPS, peran perempuan sebagai pendamping, dan peran dalam anggota kelompok kerja. Adapun beberapa kegiatan PUG dalam perhutanan sosial dan kemitraan lingkungan melalui pelaksanaan sosialisasi peran laki-laki dan perempuan pada pembentukan kelompok perhutanan sosial, pengembangan usaha kelompok perhutanan sosial dan kemitraan lingkungan, melakukan advokasi tentang PUG bagi pengambil kebijakan, mengkoordinasikan lintas sektor terkait PUG, dan sosialisasi PUG ke daerah dan UPT. Ditjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) telah melakukan prasyarat dan terus konsisten meningkatkan kuantitas dan kualitas PUG dalam implementasi kebijakan dan program Perhutanan Sosial; serta terus mendukung partisipasi berbagai pihak baik perempuan maupun laki-laki tanpa diskriminasi,” ujar Bambang.
Dalam Webinar Gender Dalam Reforma Agraria dan Perhutanan Nasional hari ini, hadir pula Direktur Eksekutif Yayasan Bambu Lestari, Monica Tanuhandaru yang membawakan materi terkait praktik baik pelaksanaan reforma agraria dan perhutanan sosial yang responsif gender melalui program yang dilakukan Yayasan Bambu Lestari sejak 2020 dengan menginisiasi program pembibitan bambu yang menempatkan perempuan sebagai penggerak utama.
“Para perempuan pelopor inilah yang kemudian dikenal sebagai Mama Bambu yang dilakukan di 21 desa pada 7 kabupaten di Flores, setiap desa dibentuk satu kelompok perempuan pelopor pembibit. Pembibitan menggunakan pendekatan family-based nursery pembibitan dilakukan di areal rumah mereka masing-masing sehingga tidak mengganggu keseharian para perempuan, yang sebagian besar adalah ibu rumah tangga. Adapun dampak positif yang dirasakan dari program ini yakni peningkatan wawasan, skill, dan literasi digital, peningkatan kemampuan ekonomi dan kendali finansial, peningkatan kemampuan berorganisasi, dan peningkatan dalam rasa percaya diri dan posisi tawar. Keberhasilan program pembibitan ini menunjukkan bahwa perempuan mampu mengambil peran aktif terdepan dalam upaya-upaya konservasi lingkungan serta adaptasi dan mitigasi Perubahan Iklim. Karenanya, perempuan wajib diberikan peran utama pula dalam skema Perhutanan Sosial,” ujar Monica.
Sementara itu, Ketua Prodi Kajian Gender, Sekolah Stratejik & Global, Universitas Indonesia, Mia Siscawati menjelaskan tentang tantangan dan strategi percepatan pelaksanaan gender dalam reforma agraria dan perhutanan sosial. Hal tersebut dapat diwujdukan melalui pemeriksaan secara kritikal substansi rangkaian kebijakan dan program serta pelaksanaannya untuk mengetahui posisi dalam tahapan pengarusutamaan Gender Equality and Social Inclusion (GESI) dan posisi dalam tahapan pemberdayaan perempuan, keluarga rentan dan marjinal. Mengatasi berbagai sumber penghambat partisipasi perempuan, keluarga rentan, dan marjinal agar dapat diwujudkan partisipasi yang memberdayakan, menjadi landasan untuk membangun relasi kuasa yang lebih setara, serta mendorong proses pengambilan keputusan (kontrol) secara setara. Dalam kesempatan tersebut, terkait praktik baik pelaksaan gender dalam reformasi agraria dan perhutanan sosial di daerah disampaikan oleh perwakilan dari Lembaga Kajian Advokasi dan Edukasi (LIVE) Bengkulu, Dedek Hendry yang berhasil mendampingi Kelompok Perempuan Peduli Lingkungan Rejang Lebong Bengkulu dalam mendapatkan izin Perhutanan Sosial.
BIRO HUKUM DAN HUMAS
KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
DAN PERLINDUNGAN ANAK
Telp.& Fax (021) 3448510
e-mail : humas@kemenpppa.go.id
website : www.kemenpppa.go.id
Terbaru
KemenPPPA Beri Bantuan Spesifik Kepada Perempuan Korban TPPO dari Irak ( 105 )
Pranala Luar





Publikasi Lainya
KemenPPPA Beri Bantuan Spesifik Kepada Perempuan Korban TPPO dari Irak ( 105 )
Jakarta (3/6) – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) memberikan paket bantuan kebutuhan spesifik kepada perempuan korban Tindak Pidana…
KemenPPPA Kecam Kasus Pelecehan Seksual Oleh Kepsek dan Guru Madrasah Di Wonogiri ( 151 )
Jakarta (2/6) – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengecam dugaan pelecehan seksual yang dilakukan Kepala Sekolah (M) dan…
Jakarta (1/6) – Dalam upaya mempercepat Provinsi Kalimantan Selatan menjadi Provinsi Layak Anak (Provila), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak…
Jakarta (1/6) – Upaya mempercepat Provinsi/Kabupaten/Kota Layak Anak, salah satunya dilakukan di Provinsi Bali. Dalam rangka percepatan tersebut, Kementerian Pemberdayaan…
Jakarta (1/6) – Dalam rangka percepatan Provinsi Layak Anak, pemenuhan target RPJMN 2024, dan target rencana strategis, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan…