Kebaya Goes to UNESCO, Menteri PPPA Tekankan Peran Penting Perempuan Sebagai Agen Budaya Bangsa
- Dipublikasikan Pada : Minggu, 06 November 2022
- Dibaca : 1138 Kali

Siaran Pers Nomor: B-547/SETMEN/HM.02.04/11/2022
Jakarta (06/11) – Mendukung perwujudan pelestarian kebaya sebagai warisan budaya tak benda atau intangible cultural heritage melalui gerakan “Kebaya goes to UNESCO”, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga mengemukakan bahwa perempuan memiliki peran sentral sebagai agen kebudayaan. Perempuan berperan dan berkontribusi besar dalam menciptakan sekaligus mempertahankan serta melestarikan produk-produk kebudayaan di masyarakat, salah satunya adalah kebaya.
“Perempuan adalah agen kebudayaan, bukan obyek kebudayaan. Tradisi budaya kita telah dengan sendirinya bercerita bagaimana perempuan nusantara ini berperan dalam membangun budaya. Tidak hanya berkontribusi dalam pelestariannya, perempuan juga berperan besar dalam menciptakan kebudayaan di Indonesia,” ujar Menteri PPPA dalam sambutannya pada kegiatan Sharing Online: Mengenal Kebaya dan Filosofinya secara virtual, Minggu (06/11).
Menteri PPPA menekankan, peran perempuan sebagai agen kebudayaan tak hanya sekedar melestarikan warisan kebudayaan yang telah ada, namun perempuan pun mampu menciptakan produk-produk sarat akan nilai kearifan lokal dan budaya. Hal tersebut pun sejalan dengan komitmen Pemerintah Indonesia dalam mendorong pemajuan serta pelestarian budayanya melalui penguatan sumber daya manusia. Berbagai upaya pun dilakukan, salah satunya melalui isu proritas pertama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), yakni peningkatan kewirausahaan perempuan yang berperspektif gender.
“Kami mendorong peran perempuan dalam menciptakan, mempromosikan, memasarkan dan juga menggunakan produk-produk budaya Indonesia seperti kebaya yang kian melekat sebagai identitas dan warisan budaya bangsa Indonesia,” tutur Menteri PPPA.
Sebagai busana nasional Indonesia, kebaya merupakan kekuatan bangsa dimana tersirat kekayaan akan sejarah dan warisan yang tak lekang oleh waktu. Pada zaman sebelum Indonesia merebut kemerdekaannya, kebaya berhasil menghapus status sosial yang kerap melekat pada tata cara berbusana dan menjadi busana bagi seluruh kelas sosial. Kebaya mampu membangun kebudayaan bangsa dan memuliakan jati diri bangsa. Keberadaan kebaya sebagai busana nusantara sejak ratusan tahun lalu sudah sepatutnya diakui di kancah dunia sebagai warisan budaya tak benda.
“Saya sangat mengapresiasi seluruh pemangku kepentingan, termasuk tokoh-tokoh perempuan, pemimpin perempuan dan pemerintah daerah yang telah membuat kebijakan yang menetapkan aturan berbusana adat. Terutama dalam kebijakan itu ditetapkan juga penggunaan kebaya. Tentunya, akan semakin menjadi kekuatan kita bila kebijakan penggunaan kebaya ini juga dapat berlangsung di seluruh perwakilan kita di luar negeri, baik dalam tugas-tugas diplomatik maupun di dalam kegiatan sosial lainnya,” kata Menteri PPPA.
Lebih lanjut, Menteri PPPA menegaskan, gerakan “Kebaya goes to UNESCO” merupakan sebuah kesempatan besar untuk terus mempromosikan, mendorong, dan juga meningkatkan kemampuan perempuan Indonesia dalam menciptakan kebaya menjadi busana di segala musim, segala usia, serta segala situasi agar kelak anak dan cucu di masa mendatang dapat lebih mencintai serta mengapresiasi warisan budaya nusantara.
“Marilah kita perempuan Indonesia berjuang agar ‘Kebaya goes to UNESCO’ dapat terwujud. Mari kita bergerak saling bahu membahu, bergotong royong, bersolidaritas untuk mendorong kemajuan kebudayaan Indonesia di kancah peradaban dunia, melalui kebaya,” tandas Menteri PPPA.
Ketua Perempuan Berkebaya Indonesia DPLN Eropa, C. Desinta Siswijana, mengungkapkan kegiatan sharing online ini bertujuan untuk lebih membumikan kebaya khususnya bagi diaspora Indonesia di Eropa sehingga kebaya tetap menjadi cerminan identitas bangsa dimanapun berada.
“Kita perempuan Indonesia mempunyai tugas dan tanggung jawab melestarikan harta tak benda ini dan meneruskan kepada anak cucu, serta memperlihatkan kepada dunia bahwa kebaya identik dengan kepribadian perempuan Indonesia yang lembut dalam bersikap namun tetap sigap dan siap dalam beraktivitas sehari-hari,” ujar Desinta.
Perjalanan untuk mewujudkan kebaya sebagai warisan budaya tak benda yang diakui oleh United Nations Educational, Scientific, Cultural Organization (UNESCO) masih panjang. Perlu adanya usaha bersama dalam melindungi warisan budaya nusantara tersebut sebagai salah satu indentitas bangsa yang tak lekang oleh waktu dan dilestarikan secara turun temurun. Upaya memperjuangkan pengakuan UNESCO atas kebaya Indonesia sebagai warisan budaya tak benda diharapkan mampu meningkatkan mata pencaharian bagi pengrajin kebaya serta pengusaha Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang di dominasi oleh perempuan Indonesia. Karenanya, dukungan dan sinergi bersama memberdayakan perempuan di bidang ekonomi menjadi prioritas bersama demi menyukseskan bangsa.
BIRO HUKUM DAN HUMAS
KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
DAN PERLINDUNGAN ANAK
Telp.& Fax (021) 3448510
e-mail : humas@kemenpppa.go.id
website : www.kemenpppa.go.id
Publikasi Lainya
Jakarta (1/6) – Dalam upaya mempercepat Provinsi Kalimantan Selatan menjadi Provinsi Layak Anak (Provila), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak…
Jakarta (1/6) – Upaya mempercepat Provinsi/Kabupaten/Kota Layak Anak, salah satunya dilakukan di Provinsi Bali. Dalam rangka percepatan tersebut, Kementerian Pemberdayaan…
Jakarta (1/6) – Dalam rangka percepatan Provinsi Layak Anak, pemenuhan target RPJMN 2024, dan target rencana strategis, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan…
Jakarta (31/5) – Selama Presidensi G20 di Indonesia, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menjalin kemitraan dengan G20 EMPOWER…
Indeks Perlindungan Anak Tahun 2022 ( 37 )
Indeks Perlindungan Anak Tahun 2022 kerjasama antara Kemen PPPA dengan BPS