Tradisi Tenun Ulos Batak Hampir Punah
- Dipublikasikan Pada : Selasa, 23 Februari 2016
- Dibaca : 5222 Kali
Meneg PP & PA Linda Amalia Sari Gumelar menerima kenang-kenangan berupa Kain Ulos dari salah satu tim Sandra Niessen di kantor Kementerian PP & PA Jakarta, Senin (7/11) Pagi.
Teks dan Foto: Anthony Firdaus / Humas KPP & PA
Ahli antropologi dari Belanda yang sudah melakukan riset di Sumatera Utara selama 30 tahun Sandra Niessen mengatakan bahwa pada saat ini tradisi tenun Ulos Batak sudah hampir punah karena minimnya jumlah penenun.
"Di masa lalu setiap wanita Batak tahu dan bisa menenun, dalam masa kini tidak ada penenun lagi di kebanyakan kampung Batak," katanya.
Sandra menjelaskan, pada saat ini kebanyakan peraturan asli mengenai tenun sudah tidak diolah lagi dan teknik-teknik serta desain yang paling indah sudah pudar atau hampir punah.
Dia mengatakan kebanyakan generasi muda tidak mau belajar menenun karena menganggapnya sebagai pekerjaan keras dan rumit. Selain itu, status sosial penenun dianggap rendah atau hanya pekerjaan yang dilakukan oleh orang miskin.
"Pendapatan dari tenun dinilai rendah dan pasarnya makin berkurang, selain itu tidak ada kesempatan belajar tenun kalau mereka pergi ke sekolah," katanya.
Dia juga menambahkan, para penenun yang sudah tua pada dasarnya sangat ingin membagi pengetahuannya supaya tradisi tenun bisa diteruskan.
"Jika mereka sudah terlalu tua mereka tidak sanggup lagi mengajar," kata Sandra.
Karena itu, melalui Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari Gumelar dirinya ingin menyampaikan gagasan revitalisasi tenun Ulos Batak agar bisa tetap dilestarikan.
"Saya rasa tepat bila saya menyampaikan presentasi mengenai revitalisasi tenun Ulos Batak kepada Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari Gumelar karena ini menyangkut juga pemberdayaan perempuan dimana para penenun hampir seluruhnya adalah wanita," katanya.
Dia menjelaskan, revitalisasi bisa dilakukan dengan cara menumbuhkan kebanggaan atas budaya dan ketrampilan Batak serta pengakuan atas ketrampilan dan kapasitas seni.
Selain itu, rasa hormat kepada para pengrajin dan kecukupan biaya hidup serta akses ke pengetahuan tentang tradisi tenun dan pasarnya.
Ditambah lagi edukasi tentang budaya agar pemuda bersemangat untuk meneruskannya dan adanya kegiatan terintegrasi untuk mendukung revitalisasi kain dari pemangku kepentingan lain.
(sumber: antaranews.com)
Publikasi Lainya
Jakarta (1/6) – Dalam upaya mempercepat Provinsi Kalimantan Selatan menjadi Provinsi Layak Anak (Provila), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak…
Jakarta (1/6) – Upaya mempercepat Provinsi/Kabupaten/Kota Layak Anak, salah satunya dilakukan di Provinsi Bali. Dalam rangka percepatan tersebut, Kementerian Pemberdayaan…
Jakarta (1/6) – Dalam rangka percepatan Provinsi Layak Anak, pemenuhan target RPJMN 2024, dan target rencana strategis, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan…
Jakarta (31/5) – Selama Presidensi G20 di Indonesia, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menjalin kemitraan dengan G20 EMPOWER…
Indeks Perlindungan Anak Tahun 2022 ( 33 )
Indeks Perlindungan Anak Tahun 2022 kerjasama antara Kemen PPPA dengan BPS