Perkuat Koordinasi, Untuk Peningkatan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
- Dipublikasikan Pada : Selasa, 23 Februari 2016
- Dibaca : 23767 Kali
Perkuat Koordinasi, Untuk Peningkatan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Sembilan agenda perubahan atau yang lebih dikenal dengan sebutan Nawacita, setahun sudah bergulir di tengah masyarakat, dan menggiring pemerintah untuk bertindak melakukan berbagai terobosan-terobosan dan inovasi baru untuk melindungi segenap warga negaranya. Didalamnya terkandung semangat untuk menghadirkan peran negara –yang sebelumnya acapkali dianggap “absen”– di setiap permasalahan di masyarakat, tak terkecuali tentang isu perempuan dan anak.
Menjawab tantangan tersebut, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP dan PA) hadir sebagai perwakilan negara untuk terus berkomitmen memberdayakan serta melindungi kaum perempuan dan anak. Ditambah lagi, isu kesetaraan gender yang selama ini dikedepankan oleh Kementerian PP dan PA, telah ditetapkan menjadi salah satu strategi pembangunan sebagaimana tercantum Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025. Pembangunan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan diarahkan pada peningkatan kualitas hidup dan peran perempuan di berbagai bidang pembangunan; penurunan jumlah tindak kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi terhadap perempuan dan anak; serta penguatan kelembagaan PP dan PA baik di tingkat pusat maupun daerah.
Hal ini juga sejalan dengan komitmen internasional, diantaranya melanjutkan pencapaian target-target pasca Millenium Development Goals (MDGs) sebagaimana telah diagendakan dalam Sustainable Development Goals (SDGs) yang salah satu agendanya sangat kental dengan isu perempuan dan anak.
Sebagaimana diketahui, isu perempuan dan anak adalah cross cutting issues dan melebur disetiap lini pembangunan. Untuk memecahkan berbagai permasalahan yang terkait dengan perempuan dan anak tentunya dibutuhkan koordinasi yang kuat dari semua pemangku kepentingan yang ada mulai dari pemerintah sampai ke masyarakat.
“Persoalan yang ditangani Kementerian PP dan PA adalah persoalan lintas sektoral yang membutuhkan koordinasi yang kuat agar dapat mencapai target yang dituju. Salah satu cara efektif untuk mengidentifikasi dan merumuskan berbagai kebijakan strategis terkait PP dan PA adalah secara rutin mengumpulkan semua pemangku kepentingan yang terkait dengan pembangunan PP dan PA baik dari tingkat pusat, provinsi, hingga kabupaten/kota”, tutur Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise.
Penguatan koordinasi inilah yang menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam menghadirkan peran negara dalam menjawab tantangan dan permasalahan perempuan dan anak. Salah satu tantangan terbesar yang menjadi fokus perhatian Menteri Yohana adalah tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak. Mulai dari KDRT, hingga kejahatan seksual yang akhir-akhir ini sangat mengkhawatirkan kita semua. Setidaknya merilis data yang ada seperti dari catatan Komnas Perempuan, setiap 1 jam ada 28 perempuan mengalami kekerasan. Kemudian survei Kementerian PP dan PA, Kementerian Sosial dan Badan Pusat Statistik tahun 2014 melansir bahwa 1 dari 3 anak laki-laki dan 1 dari 6 anak perempuan mengalami kekerasan, serta data pelaporan dari pengaduan masyarakat Kementerian PP dan PA yang mencatat lebih dari 1300 kasus yang dilaporkan selama kurun waktu 5 tahun terakhir, didominasi dengan laporan terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak. Kepolisian Republik Indonesia (Polri), juga mencatat dalam waktu 3 tahun saja (2011 – 2013), bentuk kekerasan lainnya yaitu kasus perdagangan orang yang dilaporkan mencapai angka 509 kasus, dengan korban terbesarnya adalah perempuan dan anak.
Menjawab permasalahan ini, Kementerian PP dan PA terus membangun komitmen dan memperkuat jejaring koordinasi antar Kementerian/Lembaga dan pemerintah daerah untuk menyediakan berbagai fasilitas dan layanan, khususnya bagi perempuan dan anak korban kekerasan. Komitmen tersebut dibuktikan dengan terbentuknya Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) di 33 Provinsi dan 247 Kabupaten/Kota, Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA) di 510 Polres dan Polda, Pusat Krisis Terpadu/PKT di 132 Rumah Sakit Umum/RSUD/RS Swasta, Pusat Pelayanan Terpadu di RS Polri, Rumah Perlindungan Trauma Center, Rumah Perlindungan Sosial Wanita, Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4), Pusat Krisis Pengaduan untuk tenaga kerja Indonesia di luar negeri oleh BNP2TK, Unit Pengaduan Masyarakat di Kementerian PP dan PA dan gugus tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang di 30 provinsi dan 166 kabupaten/kota. Seluruh unit layanan inilah yang diharapkan mampu melakukan pendampingan/penanganan dalam setiap penyelesaian kasus kekerasan.
“Dalam kapasitas sebagai Ketua Harian Gugus Tugas PP TPPO tingkat pusat, kami telah melakukan berbagai upaya dalam rangka mengefektifkan fungsi Gugus Tugas ini dalam mengkoordinasikan berbagai upaya mulai dari pencegahan, koordinasi-koordinasi khusus dan peningkatan jejaring dalam penanganan TPPO, mendorong penguatan kelembagaan baik di pusat maupun daerah, mendorong proses penegakan hukum, pengumpulan data, pelatihan dan capacity building sumber daya manusia pengelola/pelaksana gugus tugas, fasilitasi pertemuan berkala antar sub gugus tugas, menyusun laporan berkala maupun tahunan terkait PP TPPO, termasuk menyusun Rencana Aksi Nasional (RAN) PP TPPO Tahun 2015-2019. RAN ini akan menjadi landasan aksi yang terintegrasi di dalam berbagai kebijakan dan program di Kementerian, Lembaga, Daerah, dan masyarakat,” papar Menteri Yohana.
Perlindungan tidak hanya diberikan khusus bagi kaum perempuan, tetapi juga anak-anak. Saat ini Kementerian PP dan PA telah merancang Satuan Tugas (Satgas) Perlindungan Perempuan dan Anak bekerjasama dengan Polwan yang akan langsung mengamati dan mendeteksi kekerasan yang terjadi pada perempuan dan anak di lingkungan masyarakat. “Satgas Perlindungan Perempuan dan Anak (Satgas Srikandi) ini telah kita launching dalam Rapat Koordinasi Nasional PP dan PA di Jayapura, yang berlangsung pada tanggal 19-21 Oktober 2015. Fokus pertama kita arahkan kepada 87 juta anak-anak Indonesia yang harus dijaga dengan baik dan diperhatikan tumbuh kembang dan hak-haknya. Terkait hal ini saya juga akan membuat assessment, pertama untuk para orangtua, kedua untuk sekolah dengan tujuan untuk menurunkan angka kekerasan pada anak”, terang Menteri Yohana
Isu perlindungan terhadap kekerasan anak ini juga dibawa Kementerian PP dan PA dalam forum Global Partnership to End Violence Against Children di Markas Besar UNICEF – New York. Menteri Yohana membahas pentingnya komitmen negara untuk mencegah dan merespon dalam penghapusan bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak. Menteri Yohana juga menyampaikan komitmen-komitmen utama yang selama ini telah dijalankan, dan bagaimana cara mengukur kesuksesan dari komitmen tersebut.
Pemerintah Indonesia, mendukung setiap upaya dalam rangka penghapusan kekerasan terhadap anak sebagaimana yang direfleksikan dalam SDGs, dimana setiap anak memiliki hak untuk hidup bebas dari rasa takut. Penguatan institusi yang melindungi dan sosialisasi hak anak juga turut diikutsertakan dalam Rencana Pembangunan Nasional 2015-2019. Di tahun 2015, pemerintah Indonesia juga akan meluncurkan strategi baru dalam mencegah kekerasan terhadap anak yang ditargetkan akan di realisasikan pada rentang waktu 2016-2020. Strategi ini akan memanfaatkan kekuatan media sosial untuk berkomunikasi langsung dengan lebih dari 5000 anak di seluruh Indonesia, menanyakan opini mereka tentang tindakan prioritas apa yang harus diambil oleh pemerintah untuk mencegah hal tersebut.
“Strategi baru ini akan mengakselerasikan aksi di 4 area, yaitu pertama, meningkatkan aliansi hukum dan kebijakan dalam konvensi hak anak yg telah diratifikasi 25 tahun yang lalu. Kedua, meningkatkan program yg telah berjalan. Ada beberapa program pola pengasuhan yang dikaitkan dengan usaha perlindungan sosial yang mendemonstrasikan sukses dalam nutrisi dan kesehatan. Selain itu, Kementerian PP dan PA juga akan bekerja pada level akar rumput dengan para orangtua dan guru untuk mempromosikan resolusi konflik perdamaian. Kemudian ketiga, meningkatkan advokasi publik dan menyuarakan hak-hak anak akan perlindungan. Tahun ini Kementerian PP dan PA telah meluncurkan kampanye melawan kekerasan terhadap anak yang aktif disuarakan melalui media radio, televisi, media sosial dan melalui jaringan remaja yang diharapkan dapat menyentuh paling tidak 5 juta orang untuk peduli dan mendukung anak-anak, dalam waktu setahun. Dan yang terakhir aksi keempat, Kementerian PP dan PA akan meningkatkan upaya analisis hal-hal yang menjadi penyebab kekerasan terhadap anak serta upaya pencegahannya melalui kerjasama yang dilakukan dengan beberapa universitas lokal dan internasional” lanjut Menteri Yohana.
Dari sisi regulasi, Kementerian PP dan PA terus berupaya mengimplementasikan kebijakan perlindungan anak sejalan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, yang telah direvisi melalui Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak. Menteri Yohana juga mendorong pentingnya penyediaan layanan/fasilitas bagi perempuan dan anak dalam bentuk day care center, ruang laktasi, ruang bermain yang ramah anak, serta fasilitas kesehatan yang ramah anak. Semua ini telah dikuatkan dengan beberapa peraturan Menteri PP dan PA. Lebih lanjut Kementerian PP dan PA juga mendorong penerbitan kerangka hukum terkait kesetaraan gender, serta pemenuhan hak dan perlindungan anak lainnya. Salah satunya melalui pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA).
Lebih jauh lagi Menteri Yohana pun menuturkan pentingnya perlibatan Perguruan Tinggi dalam pemecahan isu dan anak. "Kami juga akan melibatkan Perguruan Tinggi melalui program one student save one family khususnya bagi para mahasiswa melalui program Tri Dharma Perguruan Tinggi, yang salah satu agendanya adalah melakukan pengabdian masyarakat. Melalui program ini diharapkan mereka mampu membantu sosialisasi berbagai kebijakan terkait isu perempuan dan anak termasuk ketahanan keluarga”.
“Kemudian, sejak tahun 2014, mengingat banyaknya kasus kekerasan yang terjadi di masyarakat serta belum terlaporkan kepada pihak-pihak yang terkait, unit pengaduan masyarakat Kementerian PP dan PA mencari inovasi untuk dapat mengembangkan layanan di luar yang selama ini telah dilakukan, dalam bentuk menjangkau/menjemput bola atas kasus-kasus yang terjadi di masyarakat, khususnya kekerasan terhadap perempuan dan anak. Inovasi ini ternyata cukup efektif untuk membantu masyarakat dalam penanganan kasus kekerasan. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa belum semua kalangan masyarakat, khususnya menengah ke bawah, mengetahui tentang adanya akses layanan pengaduan yang telah difasilitasi oleh pemerintah selama ini”, tambah Menteri Yohana, yang sekaligus menyampaikan adanya hotline layanan pengaduan masyarakat yang ada di instansinya yaitu 082125751234.
Selain meningkatkan kualitas jangkauan pelayanan, Kementerian PP dan PA juga menginisiasikan keterlibatan masyarakat dalam pencegahan dan penanganan kasus-kasus kekerasan. Sistem layanan pengaduan berbasis masyarakat ini dititikberatkan pada penguatan kesadaran masyarakat untuk terlibat dalam pencegahan dan penanganan kekerasan. Peran masyarakat dalam pencegahan kekerasan dimulai dari keluarga dengan mengedepankan fungsi ketahanan keluarga dalam menanamkan nilai – nilai karakter, kasih sayang sehingga terhindar dari praktik – praktek kekerasan (baik sebagai korban ataupun pelaku).
Inisiasi keterlibatan peran masyarakat ini, melahirkan ragam inisiatif dari organisasi non pemerintah, dan mitra lainnya untuk memperkuat peran masyarakat dalam mempromosikan perlindungan anak. Mekanisme Perlindungan Anak Berbasis Masyarakat (MPABM) yang dikembangkan oleh Plan International Indonesia adalah salah bentuk inisiatif tersebut. Saat ini telah tercatat ada 280 MPABM yang didukung oleh Plan International Indonesia yangmelibatkan sekitar 1 juta anak-anak pada 9 wilayah kerja, yang bekerja sama dengan pemerintah setempat, kabupaten hingga kecamatan.
Pada tingkat nasional, Kementerian PP dan PA juga tengah menyusun kebijakan teknis yang akan menjadi panduan bagi provinsi dan kabupaten/kota dalam mengembangkan peraturan tentang perlindungan anak, yang mengharuskan setiap desa untuk membangun MPAMB. Di sisi lain, inisiatif Kabupaten/Kota Layak Anak juga akan memperkuat advokasi untuk membangun MPAMB di wilayah di perkotaan maupun di pinggiran kota.
Di tingkat Internasional, isu ini pun telah dibawa ke dalam forum International Expert Consultation yang diinisiasi oleh Plan International dan berlangsung di Oslo, Norwegia. Pertemuan konsultasi global yang mengangkat tema “Strengthening Communities to Secure Children’s Right to Freedom from Violence” tersebut juga diharapkan dapat membangun komitmen nasional tentang pentingnya peran masyarakat dalam melindungi anak Indonesia.
Secara kontinyu Kementerian PP dan PA terus memperjuangkan kesetaraan gender. Indonesia sudah masuk ke dalan 10 besar Negara yang mengikuti kampanye global He for She yang dibentuk untuk meningkatkan peran laki-laki menuju kesetaraan gender, yang rencananya akan dilaunching oleh pemerintah dalam waktu dekat. Perjuangan untuk mengedepankan kesetaraan gender tak berhenti pada titik itu saja, Kementerian PP dan PA pun membawa isu ini hingga ke taraf internasional. Prinsip kesetaraan gender di berbagai bidang, termasuk bidang ekonomi menjadi usulan utama yang dikedepankan oleh Kementerian PP dan PA dalam pertemuan APEC Women and the Economy Forum (WEF), yang baru saja berlangsung di Manila beberapa waktu yang lalau. Kementerian PP dan PA juga terus melakukan kerjasama dengan Kementerian Perempuan di negara-negara Asia Pasific misalnya dengan Republik Fiji serta penguatan kerjasama dengan negara-negara yang tergabung dalam Colombo Plan.
Terakhir dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintah yang baik (good governance) di Kementerian PP dan PA yang dipimpinnya, Yohana juga terus mendorong perbaikan kinerja Aparatur Sipil Negar (ASN) yang ada. Keberhasilan ini dibuktikan dengan kemampuan Kementerian PP dan PA menerima predikat pengelolaan keuangan yang bersih dan transparan dengan 7 (tujuh) kali berturut-turut menerima Opini “Wajar Tanpa Pengecualian” (WTP) dari BPK. Terobosan lainnya yang dilakukan adalah Pencanangan Gerakan Nasional Revolusi Mental. Menteri Yohana menjelaskan bahwa perubahan adalah keniscayaan, tetapi untuk berubah ke arah yang lebih baik, dibutuhkan cita-cita dan tekad yang kuat untuk mewujudkannya.
Mengutip pendapat dari Presiden Soekarno sebelumnya, Menteri Yohana mengungkapkan bahwa Revolusi Mental bukanlah pekerjaan satu-dua hari, melainkan sebuah proyek Nasional jangka panjang dan terus-menerus. Kerja bangsa Indonesia hari ini, menentukan nasib anak cucu dimasa depan. Semoga Tuhan meridhoi setiap langkah perubahan yang kita niatkan dan kerjakan.
Publikasi Lainya
Jakarta (1/6) – Dalam upaya mempercepat Provinsi Kalimantan Selatan menjadi Provinsi Layak Anak (Provila), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak…
Jakarta (1/6) – Upaya mempercepat Provinsi/Kabupaten/Kota Layak Anak, salah satunya dilakukan di Provinsi Bali. Dalam rangka percepatan tersebut, Kementerian Pemberdayaan…
Jakarta (1/6) – Dalam rangka percepatan Provinsi Layak Anak, pemenuhan target RPJMN 2024, dan target rencana strategis, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan…
Jakarta (31/5) – Selama Presidensi G20 di Indonesia, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menjalin kemitraan dengan G20 EMPOWER…
Indeks Perlindungan Anak Tahun 2022 ( 32 )
Indeks Perlindungan Anak Tahun 2022 kerjasama antara Kemen PPPA dengan BPS