Pengelolaan Hutan Wajib Melibatkan Perempuan

  • Dipublikasikan Pada : Selasa, 23 Februari 2016
  • Dibaca : 5157 Kali

“REDD+ memiliki potensi untuk membawa manfaat positif bagi perempuan jika dirancang dengan baik. Sebagai pengguna primer dan pengelola hutan, perempuan sangat bergantung pada hutan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan kebutuhan lainnya” jelas Linda Amalia Sari Gumelar, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, yang dalam hal ini diwakili oleh Heru Kasidi, Deputi Bidang Pengarusutamaan Gender Bidang Sosial, Politik dan Hukum pada acara dialog UNORCID di Jakarta (17/6).

Kegiatan yang merupakan kerjasama antara KPP-PA, UNORCID, Badan Pengelola REDD+ dan UN Women ini mengambil tema “Mencapai Kesetaraan Gender dalam Pelaksanaan REDD+”. Seri dialog ini mempertemukan para pemimpin dan pakar dari pemerintah, peneliti dan masyarakat sipil dengan tujuan untuk mendorong pembagian pengetahuan dan membina kerja sama dan membangun komitmen terhadap bentuk REDD+ yang melibatkan dan memberdayakan semua masyarakat baik laki-laki dan perempuan.

Masih rendahnya keterlibatan perempuan dalam proses pengambilan keputusan dalam seluruh proses perencanaan dan pelaksanaan kebijakan dan kegiatan REDD+ baik di tingkat nasional maupun di daerah ini, menjadikan tema dialog yang diangkat pada hari ini dianggap strategis. Dialog ini diharapkan menjadi medium bagi seluruh pemangku kepentingan dalam rangka memberikan masukan dan mendorong Badan Pengelola REDD+ untuk mewujudkan manajemen REDD+ yang berkeadilan dan inklusif. Dengan demikian, dapat mengintegrasikan kepentingan dan pengalaman masyarakat lokal, baik laki-laki, perempuan, dan masyarakat adat dalam seluruh kebijakan dan kegiatannya.

Indonesia sebagai Negara yang meratifikasi CEDAW melalui UU No. 7 Tahun 1984, memiliki kewajiban untuk memastikan perlindungan dan pemenuhan hak-hak perempuan dan mengakhiri diskriminasi terhadap perempuan dalam segala bentuk. Inti dari CEDAW ini adalah memasukkan prinsip kesetaraan perempuan dan laki-laki di dalam sistem hukum dan menjamin penghapusan segala tindakan diskriminasi terhadap perempuan oleh orang, organisasi atau perusahaan. Terkait dengan pelaksanaan REDD+, diperlukan strategi pengarusutamaan gender dan pemberdayaan perempuan agar perempuan benar-benar dipertimbangkan dalam REDD+ dan kegiatan yang terkait.

Saat ini, pengelolaan hutan masih dikenal sebagai area yang didominasi laki-laki, untuk itulah mengapa pengarusutamaan gender dalam REDD+ sangatlah penting. Untuk diketahui, Laki-laki dan perempuan memiliki metode dan prioritas berbeda dalam memanfaatkan sumber daya alam dan kebutuhan berbeda dalam mengakses hutan dan produknya. Untuk membuat peran perempuan “terlihat”, kaum perempuan perlu dilibatkan dalam pelatihan dan kegiatan pengelolaan kehutanan. Bagi perempuan, kesempatan tersebut untuk mengejar pengembangan pribadi dan dapat memberikan dampak dalam penambahan pendapatan rumah tangga mereka. Sedangkan dalam segi hukum, kaum perempuan perlu mendapatkan pengetahuan dan pendampingan hukum, pemahaman hak-hak konstitusional dan pengetahuan manajemen produksi serta pasca produksi agar lebih terlindungi dan mampu meningkatkan produktivitasnya, serta lapisan-lapisan ketidakadilan gender dapat dihilangkan.

Dalam meningkatkan partisipasi perempuan dalam pengeloaan hutan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mendorong agar Badan Pengelola REDD+ dapat melakukan beberapa upaya sebagai berikut: Pertama, mendokumentasikan dan mendiseminasikan praktek terbaik partisipasi perempuan dalam program REDD+. Kedua, memasukkan gender dan analisis gender sebagai topik dalam pelatihan REDD+. Ketiga, melibatkan perempuan dan atau organisasi lokal perempuan dalam pengambilan keputusan, dan keempat menyusun indikator kesetaraan gender dalam kerangka pengaman REDD+ yang dapat diukur, spesifik dan tepat sasaran.

“Kegiatan dialog seperti ini patutnya dapat terus dilakukan dan diperluas cakupannya hingga di tingkat sub-nasional sehingga seluruh lapisan masyarakat melek dengan program REDD+ dan dampak serta solusinya untuk menjamin terwujudnya kesejahteraan masyarakat lokal dan kesetaraan gender”, lanjut Heru Kasidi saat membacakan pidato kunci dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Amalia Sari Gumelar. (HM)

 

Foto Terkait:

Publikasi Lainya

Siaran Pers, Rabu, 31 Mei 2023

Perkuat Lembaga Layanan Kualitas Hidup Anak Untuk Percepatan Menuju Provinsi Layak Anak di Kalimantan Selatan ( 34 )

Jakarta (1/6) – Dalam upaya mempercepat Provinsi Kalimantan Selatan menjadi Provinsi Layak Anak (Provila), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak…

Siaran Pers, Selasa, 30 Mei 2023

Komitmen Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Dorong Percepatan KLA Melalui Standardisasi Layanan Kualitas Hidup Anak ( 15 )

Jakarta (1/6) – Upaya mempercepat Provinsi/Kabupaten/Kota Layak Anak, salah satunya dilakukan di Provinsi Bali. Dalam rangka percepatan tersebut, Kementerian Pemberdayaan…

Siaran Pers, Senin, 29 Mei 2023

Kalimantan Tengah Berkomitmen Kembangkan Layanan Kualitas Hidup Anak Untuk Percepatan Kabupaten/Kota Layak Anak ( 14 )

Jakarta (1/6) – Dalam rangka percepatan Provinsi Layak Anak, pemenuhan target RPJMN 2024, dan target rencana strategis, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan…

Siaran Pers, Rabu, 31 Mei 2023

The Indonesia Gender Dashboard on Women in SMEs, Kolaborasi Promosikan Pemberdayaan Ekonomi Perempuan dan UMKM Indonesia ( 49 )

Jakarta (31/5) – Selama Presidensi G20 di Indonesia, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menjalin kemitraan dengan G20 EMPOWER…

Buku, Rabu, 31 Mei 2023

Indeks Perlindungan Anak Tahun 2022 ( 32 )

Indeks Perlindungan Anak Tahun 2022 kerjasama antara Kemen PPPA dengan BPS