KETAHANAN EKONOMI PEREMPUAN
- Dipublikasikan Pada : Jumat, 26 Januari 2018
- Dibaca : 13915 Kali
KETAHANAN EKONOMI PEREMPUAN
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) memiliki program prioritas, yakni Three Ends. Program Three Ends ini bertujuan untuk mengakhiri permasalahan yang dihadapi kaum perempuan dan anak, yakni (1) Akhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak; (2) Akhiri perdagangan orang; dan (3) Akhiri ketidakadilan akses ekonomi terhadap perempuan. Program ini diharapkan dapat membangun kepedulian dan kesadaran masyarakat akan pentingnya perlindungan perempuan dan anak sebagai isu prioritas demi mewujudkan Indonesia yang ramah bagi perempuan dan tumbuh kembang anak.
Guna mewujudkan tujuan ketiga program three ends, yakni mengakhiri ketidakdilan akses ekonomi terhadap perempuan, Kemen PPPA sejak 2016 melaksanakan kegiatan Pemberdayaan Ekonomi Perempuan melalui pengembangan Pelaku Industri Rumahan atau IR. Industri Rumahan (IR) yaitu suatu industri skala mikro, umumnya memanfaatkan atau menghasilkan produk berupa barang jadi yang memberikan nilai tambah dan dikerjakan di rumah, secara khusus atau pun sebagai kerja paruh waktu. Pemerintah Pusat melalui Kemen PPPA mengeluarkan kebijakan dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2016 tentang Pedoman Umum Pembangunan Industri Rumahan Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Keluarga Melalui Pemberdayaan Perempuan. Pedoman ini menjadi acuan bagi pemerintah daerah dan pihak yang berkepentingan untuk melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan pengembangan Industri Rumahan agar terkoordinasi, efektif, dan efisien. Kebijakan pemerintah nasional tersebut dalam rangka mengurangi pengangguran, khususnya pada kelompok perempuan. Banyak perempuan memiliki keterbasan akses ekonomi di industri besar yang berada di luar rumah, akibatnya seringkali pilihannya menjadi buruh migran ke luar negeri.
Mengapa pemberdayaan ekonomi ini penting dilakukan kepada para perempuan? Berdasarkan data secara nasional, usaha mikro memberikan kontribusi sebesar 30,25% bagi produk domestik bruto, sebagian besar dilakukan oleh perempuan. Kepala rumah tangga perempuan yang berusaha sendiri sebesar 37,91%, lebih besar dibandingkan laki-laki sebesar 22,34%, dan perempuan yang berusaha sendiri ini sebagian besar ada di usaha mikro. Upaya pemberdayaan ekonomi perempuan sudah banyak dilakukan oleh berbagai sektor, namun belum sepenuhnya terintegrasi dalam membantu pelaku Industri Rumahan skala mikro. Pengembangan IR mampu memberi nilai tambah sangat signifikan, jika dikelola dengan baik. Hal ini diharapkan mempunyai kontribusi besar terhadap peningkatan ketahanan ekonomi masyarakat.
Program ini bertujuan untuk membantu para ibu rumah tangga yang mempunyai usaha guna menopang ekonomi keluarga atau para ibu rumah tangga yang menjadi kepala rumah tangga, disebabkan suami meninggal dan tidak lagi memberikan nafkah ekonomi untuk menghidupi keluarga. Program ini diharapkan mampu mewujudkan beberapa hal, diantaranya : (1) Meningkatkan pendapatan keluarga melalui kegiatan produksi yang dikerjakan di rumah oleh perempuan wirausaha dengan penumbuhan dukungan dari suami dan anggota keluarga lainnya; (2) Membuka peluang usaha alternatif; dan (3) Mengembangkan industri kreatif melalui kegiatan pemberdayaan perempuan dalam rangka penguatan jaringan Industri Rumahan.
Asisten Deputi Kesetaraan Gender Bidang Ekonomi Kemen PPPA, Eko Novi Ariyanti menjelaskan ada 3 kategori pelaku IR yang menjadi sasaran, yaitu :
- IR Pemula
IR Pemula umumnya proses produksi tidak kontinyu, kadang produksi kadang tidak. Biasanya berdasarkan hari-hari tertentu, tergantung kegiatan. Modalnya relatif kecil, dibawah 5 juta rupiah. Biasanya dikerjakan sendiri atau dibantu anggota keluarga.
- IR Berkembang
IR Berkembang lebih meningkat dari IR Pemula. Modalnya antara 5 sampai 25 juta rupiah.Tenaga kerja biasanya 3-5 orang termasuk pemilknya. Sudah menggunakan teknologi semi mesin meskipun sederhana.
- IR Maju
IR Maju umumnya jalannya produksi kontinyu dengan sistem penjualan tertentu. Modalnya 25 – 50 juta. Sudah mulai menggunakan lembaga keuangan formal. Pekerja 6-10 orang.
Kegiatan pengembangan IR ini sudah berlangsung selama 3 tahun, mulai 2016 sampai 2018 yang dilaksanakan di 14 kabupaten/kota. Selama 2016 lalu, Kemen PPPA sudah memberikan fasilitas penunjang kemajuan usaha industri rumahan tersebut dengan memberikan bantuan berupa alat alat produksi dan peningkatan kualiatas produk dengan memberikan fasilitas pelatihan. Pada 2017, jumlah kabupaten dan kota menjadi 21 karena ada tambahan 7 kabupaten baru. Tiap kabupaten/kota menetapkan sendiri desa/kelurahan/nagari sebagai lokasi percontohan kegiatan pengembangan pelaku IR. Dalam satu desa yang menjadi percontohan, ditetapkan maksimal 150 pelaku IR yang mengikuti kegiatan dan mendapatkan bantuan berupa peralatan, pelatihan, dan pendampingan oleh pendamping. Penetapan para pelaku IR untuk mendapatkan intervensi tersebut, berdasarkan pemetaan yang telah dilakukan sebelumnya oleh tim Pelaksana IR kabupaten/kota.
Eko Novi menjelaskan pengembangan IR dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, meski masih perlu pembenahan dan pendampingan di beberapa wilayah. Beberapa indikator atau ukuran keberhasilan pengembangan Industri Rumahan adalah sebagai berikut : (a) Meningkatnya kesejahteraan dari masyarakat, khususnya keluarga pelaku usaha mikro yang menjadi sasaran Pengembangan IR; (2) Adanya peningkatan pendapat perempuan dan anggota keluarga dari hasil usahanya; (3) Terjadi hubungan keluarga yang baik antara suami dan istri, anak dan mungkin dengan keluarga dekat yang lain; (4) Meningkatnya kualitas gizi dalam keluarga dan biaya sekolah; dan (5) Adanya perubahan kategori IR dari IR Pemula ke IR Berkembang. IR Berkembang ke IR Maju.
Beberapa variabel yang memperlihatkan peningkatan dari intervensi yang dilakukan selama kurun waktu 2016-2017, yaitu :
- Perizinan
Di tahun 2016 tidak ada satu pun usaha di tempat ini yang memiliki izin usaha, misalnya PIRT, SIUP dan TDP. Sedangkan setelah adanya pendampingan di tahun 2017 ada 13 pelaku Industri Rumahan atau 19,5% yang sudah memiliki perizinan PIRT.
- Pelatihan yang pernah diikuti
Tahun 2017 jumlah pelaku Industri Rumahan yang sudah pernah mengikuti pelatihan meningkat drastis, yang awalnya ada 142 pelaku atau 94,7% tidak pernah mengikuti pelatihan kini menjadi 26 pelaku atau 17,4% saja yang tidak mengikuti pelatihan. Ketidakikutsertaan dikarenakan usia yang sudah tidak memadai, tidak bisa calistung.
- Jumlah Pendapatan Perminggu
Untuk pendapatan dibawah 1 juta mengalami penurunan dari 59 persen menjadi 25 persen dan meningkat pendapatanya diatas 5 juta dari 12 persen menjadi 33 persen. Kenaikan yang cukup signifikan ada pada tingkat pendapatan 1-2 juta yaitu dari 18 persen menjadi 42 persen.
- Cara penjualan produk
Peningkatan cara menjual produk juga terjadi di tahun 2017. Untuk para pelaku usaha yang awalnya di tahun 2016 menjual langsung / lepas ada 121 atau 80,7% meningkat menjadi 126 atau 84%. Peningkatan itu juga dampak dari adanya pelatihan pemasaran dan seringnya keikutsertaan para pelaku Industri Rumahan di kegiatan pameran pameran yang ada di kota Rembang maupun kota kota lainnya.Tetapi di tahun 2017 juga ada 3 pelaku Industri Rumahan yang sudah tidak berproduksi lagi dikarenakan kondisinya sering sakit sakitan dan ada dua orang yang pindah keluar kota karena mengikuti suaminya.
- Wilayah Pemasaran
Wilayah pemasaran sebagian besar di sekitar desa tapi tingkat persentasenya menurun disbanding tahun 2016. Yang semula ada 103 pelaku atau 68,7% menjadi 95 pelaku atau 63,2%. Sedangkan untuk peningkatan penjualan ke luar kabupaten mengalami peningkatan yang semula ada 3 pelaku atau 2% menjadi 37 pelaku atau 24,8%. Hal ini karena banyak dukungan dari tingkat OPD dan pendamping yang memberikan fasilitasi berbagai macam pameran dan teknik pemasaran kepada pelaku IR.
- Modal usaha
Jumlah modal yang dimiliki juga meningkat paling banyak diatas 5 juta yaitu 10,6 persen (2016) meningkat menjadi 26 persen (2017) hal ini didukung dengan adanya fasilitasi pelatihan manajeman keuangan sederhana dan pendamping local yang cukup intensif.
- Sumber Modal Usaha
Sumber permodalan sendiri juga mengalami peningkatan yang cukup besar yaitu 62 persen (2016) menjadi 71,6 persen (2017) hal ini dikarenakan mereka mampu memiliki kemampuan dalam pengelolaan keuangan, peningkatan proses produksi, peningkatan pendapatan. Di satu sisi juga mereka mulai mengurangi ketergantungan meminjam kepada rentenir, lebih memilih menggunakan modal sendiri untuk mengembangkan usahanya, data menunjuukan penurunan dari 24,6 persen (2016) menjadi 18, 4 persen (2017).
- Kelas Usaha
Peningkatan tahapan IR di Kab. Rembang cukup signifikan dari IR 1 menjadi IR 2 sebesar 32%, sedangkan dari IR 2 ke IR 3 sebesar 9% dan terjadi penurunan pada IR1 dari yang semula 92 persen (2016) menjadi 59 persen (2017).
KUNCI SUKSES PENGEMBANGAN IR
Agar pengembangan IR berhasil, perlu kerjasama antara semua komponen atau pemangku kepentingan yang ada. Tanpa kerja sama, kecil kemungkinan kegiatan pengembangan IR ini membawa hasil seperti yang diharapkan, yaitu berdayanya ekonomi perempuan, khususnya pelaku- pelaku IR yang terlibat dalam kegiatan ini. Eko Novi menekankan pentingnya peran / kontribusi dinas provinsi dan kabupaten dalam mendorong pengembangan IR. “Pengembangan IR harus bisa diadopsi dan dikembangkan oleh pemerintah daerah karena berbagai permasalahan perempuan, misalnya ketidakberdayaan secara ekonomi atau kekerasan terhadap perempuan banyak terjadi di daerah-daerah. Selain itu, pelibatan kementerian dan lembaga lain, seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, serta Kementerian BUMN dalam kegiatan pengembangan pelaku IR mulai dijajaki. Tujuannya untuk melakukan sinergi program dengan kementerian lain dan mencari sumber pendanaan guna membantu membiayai kegiatan-kegiatan pengembangan IR,” tutur Eko.
Publikasi Lainya
KemenPPPA Kecam Kasus Pelecehan Seksual Oleh Kepsek dan Guru Madrasah Di Wonogiri ( 44 )
Jakarta (2/6) – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengecam dugaan pelecehan seksual yang dilakukan Kepala Sekolah (M) dan…
Jakarta (1/6) – Dalam upaya mempercepat Provinsi Kalimantan Selatan menjadi Provinsi Layak Anak (Provila), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak…
Jakarta (1/6) – Upaya mempercepat Provinsi/Kabupaten/Kota Layak Anak, salah satunya dilakukan di Provinsi Bali. Dalam rangka percepatan tersebut, Kementerian Pemberdayaan…
Jakarta (1/6) – Dalam rangka percepatan Provinsi Layak Anak, pemenuhan target RPJMN 2024, dan target rencana strategis, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan…
Jakarta (31/5) – Selama Presidensi G20 di Indonesia, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menjalin kemitraan dengan G20 EMPOWER…