KDRT Mengintai di Tengah Pandemi
- Dipublikasikan Pada : Minggu, 31 Mei 2020
- Dibaca : 10460 Kali

Dokumentasi oleh Humas Kemen PPPA
Ditulis oleh Kartika Sari
Staf Bagian Publikasi dan Media, Biro Hukum dan Humas, Kemen PPPA
PANDEMI covid-19 memberi dampak luar biasa di segala lini kehidupan. Dari semua itu, perempuan menjadi salah satu kelompok rentan yang terdampak, karena memiliki kebutuhan spesifik yang harus mereka penuhi. Kebutuhan spesifik ini menyangkut ketiga kodrat yang dimiliki kaum perempuan, yaitu mengandung, melahirkan, dan menyusui.
Selain itu, risiko kekerasan berbasis gender (KBG) terhadap perempuan di Indonesia juga mengancam mereka saat ini. Pandemi menyebabkan kasus KBG meningkat, salah satunya kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Hal ini disebabkan akibat adanya kebijakan belajar di rumah yang mengharuskan perempuan sebagai ibu mendampingi anaknya belajar di rumah.
Padahal, banyak perempuan sebagai ibu yang merupakan pekerja, sehingga mereka juga harus mengerjakan tugas kantor yang menunggu, sekaligus melakukan pekerjaan rumah tangga yang seringkali dibebankan kepada perempuan. Hal ini, justru menjadi beban ganda yang harus dialami kaum perempuan dalam rumah tangganya.
Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA), sejak 14 Maret-22 April 2020 telah terjadi 105 kasus kekerasan terhadap perempuan, dengan 106 korban yang 67 di antaranya mengalami KDRT.
Sementara itu, mengutip Maria Holtsberg, Penasihat Risiko Bidang Kemanusiaan dan Bencana di UN Women Asia dan Pasifik dalam sesi wawancara bersama BBC.com, "Krisis selalu memperburuk ketimpangan gender.” Maka diperlukan langkah-langkah khusus dan konkret untuk menjaga perempuan khususnya dalam memerangi covid-19 saat ini.
Di samping itu, banyak perempuan yang harus mengalami pemutusan hubungan kerja atau dirumahkan, dan perempuan pekerja migran yang dipulangkan dari negara tempatnya bekerja. Berbagai permasalahan ini seringkali menimbulkan terjadinya tindak kekerasan terhadap perempuan, akibat lemahnya tingkat ekonomi, pendidikan, ataupun kondisi psikis mereka yang terguncang akibat berbagai masalah di pandemi saat ini.
Persoalan KDRT
Jika membahas KDRT, kasus tersebut terjadi karena adanya perbedaan status (ketidaksetaraan posisi) antara laki-laki dan perempuan. Masih banyak masyarakat yang menganggap bahwa laki-laki harus memiliki sifat kuat, berani serta tanpa ampun. KDRT juga masih dipandang sebagai masalah ranah pribadi hubungan suami dan istri, bukan merupakan permasalahan sosial yang bisa dicampuri.
Adapun empat faktor penyebab terjadinya KDRT terhadap perempuan, khususnya secara fisik dan seksual yang dilakukan pasangan, yaitu individu, pasangan, sosial budaya, dan ekonomi (Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional, 2016).
Dari sekian banyak faktor yang memicu KDRT, kita perlu memahami pentingnya konsep kesetaraan dalam keluarga, ini adalah kunci untuk menghentikan tindak KDRT. Di setiap keluarga terbagi peran-peran yang dijalankan laki-laki dan perempuan, peran ini menentukan berbagai pengambilan keputusan, serta nilai-nilai luhur termasuk nilai kesetaraan dan keadilan gender yang ditanamkan.
Nilai-nilai ini harusnya bisa dikomunikasikan di awal pembentukan keluarga yakni pada jenjang pernikahan. Untuk itu, perlu adanya komitmen kuat yang terbangun baik dalam pribadi laki-laki maupun perempuan, untuk mengemban semua konsekuensi yang hadir dalam keluarga. Komitmen tersebut diharapkan mampu membangun komunikasi dua arah di antara suami dan istri yang berimplikasi pada keutuhan keluarga, sehingga kasus KDRT pun dapat tereliminasi.
Kita juga harus memahami bersama, hubungan suami istri bukanlah hubungan 'atasan dengan bawahan' atau 'majikan dengan buruh' ataupun 'orang nomor satu dan orang belakang,' namun merupakan hubungan pribadi yang demokratis, pribadi-pribadi yang menyatu ke dalam satu wadah kesatuan utuh. Tentunya dilandasi rasa saling membutuhkan, saling melindungi, melengkapi dan menyayangi satu sama lain, untuk sama-sama bertanggung jawab di lingkungan masyarakat dan di hadapan Tuhan Yang Maha Esa.
Kelompok rentan
Untuk menghadapi berbagai tantangan di masa pandemi ini, khususnya mencegah terjadinya KDRT, sangat dibutuhkan kesadaran dari berbagai pihak, baik pemerintah, masyarakat, dunia usaha, media massa, dan lain sebagainya.
Diperlukan kebijakan yang benar-benar memperhatikan kepentingan dan kondisi masyarakat, khususnya perempuan sebagai kelompok rentan. Bagaimana pemerintah mengimplementasikan kebijakan terkait perlindungan perempuan agar berjalan dengan efektif dan maksimal serta tepat sasaran. Baik dalam hal pemenuhan kebutuhan spesifik, pelayanan kesehatan jiwa, penanganan dan pendampingan bagi korban kekerasan, serta peningkatan ekonomi pemberdayaan perempuan.
Diperlukan peran lembaga/institusi penyedia layanan, para pakar, serta unsur masyarakat lainnya dalam memberikan layanan terbaik sebagai bentuk hadirnya negara bagi masyarakat. Mengingat perlindungan terhadap masyarakat, khususnya perempuan hanya terwujud jika kita semua dari berbagai kalangan dan sektor, mampu bekerja sama dan saling membantu untuk mewujudkannya.
Kerja sama dari seluruh elemen masyarakat, juga merupakan hal sangat penting. Masyarakat sebagai lapisan di akar rumput, menjadi kelompok terpenting dalam upaya perlindungan perempuan. Melalui upaya tersebut, tentunya akan membuat posisi perempuan lebih kuat dan berada dalam kondisi aman dan sejahtera.
Jika perempuan terlindungi dan sejahtera, akan berdampak pada peningkatan kualitas pengasuhan bagi anak serta tangguhnya ketahanan keluarga di seluruh lapisan masyarakat. Hal ini diharapkan dapat melahirkan anak-anak berkualitas sebagai generasi penerus bangsa.
Sekali lagi yang harus kita ingat, kerja sama semua pihak adalah hal yang sangat penting untuk mendukung terwujudnya keluarga tangguh dalam masyarakat, pentingnya meningkatkan pendidikan, pengetahuan, dan mengubah pola pikir masyarakat, khususnya para pasangan yang akan menikah tentang konsep keluarga harmonis.
Selain itu, pentingnya melakukan edukasi sejak dini kepada anak-anak sekolah, terutama remaja putri sebagai persiapan untuk menjalani kehidupan pernikahan dan rumah tangganya kelak.
Hal ini tentu akan menjadi batu loncatan yang sangat penting bagi pemenuhan hak perempuan, apalagi dengan semangat optimisme dan sinergi yang kita bangun bersama. Pendapat pribadi.
Ditulis dalam rangka mengikuti Workshop Online Teknik Menulis Opini Sekolah Jurnalisme Media Indonesia.
#KementerianPPPA #Covid-19 #BersatuLawanCovid19
Sumber: https://mediaindonesia.com/read/detail/316770-kdrt-mengintai-di-tengah-pandemi
Terbaru
KemenPPPA Gerak Cepat dalam Penyusunan Peraturan Pelaksana UU TPKS ( 127 )
Pranala Luar





Publikasi Lainya
KemenPPPA Gerak Cepat dalam Penyusunan Peraturan Pelaksana UU TPKS ( 127 )
Jakarta (28/5) – Kementerian Pemberdayan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), bersama dengan Kementerian/Lembaga (K/L) terkait, terus bergerak cepat dalam melakukan…
DRPPA Langkah Percepatan Menuju KLA, KemenPPPA dan DP3AP2KB Kota Depok Berbagi Praktik Baik ( 187 )
Depok (26/5) – Inisiasi membawa pembangunan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak ke desa telah diselenggarakan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan…
KemenPPPA Gagas Dare to Speak Up Sebagai Inovasi Keterbukaan Informasi Publik ( 179 )
Depok (25/5) – Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pribudiarta Nur Sitepu mengatakan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak…
PENGUMUMAN Nomor: P. 15 /Setmen.Birosdmu/KP.03.01/5/2023 TENTANG HASIL KELULUSAN PASCA SANGGAH PENGADAAN PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA (PPPK) TENAGATEKNIS DI LINGKUNGAN…
Pedoman Pelaksanaan Hari Anak Nasional Tahun 2023 ( 426 )
Pedoman pelaksanaan Hari Anak Nasional tahun 2023