Seruan UNICEF untuk Kesetaraan

  • Dipublikasikan Pada : Rabu, 24 Februari 2016
  • Dibaca : 12266 Kali

Laporan Situasi Anak Dunia Dana Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Anak (UNICEF) yang bertema "Women and Children: The Double Devidend of Gender Equality" menyerukan kesetaraan jender sebagai agenda penting abad ini.

Relasi kuasa yang tidak setara antara laki-laki dan perempuan tidak memungkinkan terciptanya dunia yang adil, toleran, dan tanggung jawab yang diemban bersama secara seimbang—suatu dunia yang layak untuk anak.

Laporan itu menegaskan, kesetaraan relasi kuasa antara dua jenis kelamin yang dikonstruksikan secara sosial (jender) itu tak hanya merupakan hak moral, tetapi juga landasan sangat penting bagi kemajuan manusia dan keberlanjutan pembangunan dalam arti luas.

Diskriminasi terhadap perempuan dan anak perempuan terus berlanjut di semua kawasan di dunia, meskipun Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) telah diadopsi Sidang Umum PBB 27 tahun lalu, dan diratifikasi oleh 184 negara, termasuk Indonesia. Konvensi Hak Anak diadopsi 10 tahun kemudian dan diratifikasi oleh 192 negara.

Bentuk diskriminasi tersamar tak kurang bahayanya. Tradisi budaya bisa mendorong pengasingan sosial dan diskriminasi dari generasi ke generasi. Stereotip jender diterima luas dan masih belum berubah.

Sejak dini

Diskriminasi terhadap perempuan terjadi dari masa kehidupan paling dini. Negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia seperti China dan India diduga melakukan banyak praktik foeticide (pembunuhan janin muda berkelamin perempuan) dan infanticide (pembunuhan bayi perempuan di bawah satu tahun).

Diskriminasi berlanjut pada masa kanak-kanak. Laporan UNICEF menyebutkan satu dari lima anak perempuan di negara berkembang tidak menyelesaikan pendidikan dasarnya. Hanya 43 persen anak perempuan mengenyam pendidikan menengah.

Padahal pendidikan menengah secara efektif menunda usia melahirkan pertama, memperkuat posisi tawar perempuan dalam rumah tangga, serta memberi kesempatan partisipasi politik dan ekonomi.

Diskriminasi di usia remaja memperbesar peluang eksploitasi dan kekerasan seksual. Juga menyebabkan minimnya pengetahuan penting tentang kesehatan reproduksi dan seksual, termasuk HIV/AIDS. UNICEF memperkirakan pada tahun 2005 lebih dari dua juta anak di bawah usia 14 tahun hidup dengan HIV karena tertular melalui air susu ibu.

Praktik pemutungan alat kelamin masih banyak dilakukan dengan alasan budaya. Diperkirakan 130 juta perempuan dan anak perempuan di Afrika Utara dan di beberapa bagian Asia Tenggara mengalaminya. Perkawinan usia anak dan melahirkan usia muda terpapar pada perceraian dan jebakan jaringan kriminal perdagangan orang.

Diperkirakan 1,8 juta anak perempuan di dunia dilacurkan pada usia di bawah 18 tahun. Di Indonesia, sekitar 30 persen dari perempuan yang dilacurkan berusia di bawah 18 tahun. Diperkirakan 40.000-70.000 anak menjadi korban eksploitasi seksual dan sekitar 100.000 anak diperdagangkan setiap tahun.

Diskriminasi menyebabkan tingginya angka kematian ibu melahirkan (AKI). Data UNICEF meyebutkan setiap tahun lebih dari 500 juta perempuan di dunia meninggal akibat komplikasi kehamilan. Pada usia tua, perempuan menghadapi diskriminasi ganda atas dasar jender dan usia.

Laporan UNICEF ini seperti menegaskan kembali apa yang menjadi perhatian Konferensi Dunia IV Perempuan dan Pembangunan di Beijing tahun 1995, mengenai perempuan sebagai agen perubahan.

Kesetaraan jender akan menghasilkan \"deviden\" ganda. Perempuan yang sehat, berpendidikan, dan berdaya akan memiliki anak-anak perempuan dan laki-laki yang sehat, berpendidikan, dan percaya diri. Pengaruh perempuan yang besar dalam rumah tangga, menurut laporan itu, telah memperlihatkan dampak yang positif pada gizi, perawatan kesehatan, dan pendidikan anak-anak mereka.

Beberapa jebakan

Laporan itu tampaknya menggarisbawahi upaya mendorong kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan. Antara lain melalui pendidikan, pendanaan, legislasi, kuota di parlemen, mengikutsertakan laki-laki dan anak laki-laki dalam upaya mencapai kesetaraan jender, memberdayakan perempuan, serta meningkatkan riset dan data, terutama mengenai AKI, kekerasan terhadap perempuan, pendidikan, lapangan kerja, gaji, jam kerja, dan waktu yang tidak dibayar, serta partisipasi dalam politik.

Aktivis dan feminis Myra Diarsi menyambut laporan UNICEF itu dengan kritis. Ia mengingatkan, meski banyak aspek positif mempertautkan anak dengan ibunya, tetapi itu pula yang kemudian masuk kepada jebakan gender imbalance, karena unit keluarga maupun masyarakat secara umum tak hanya terdiri dari ibu dan anak, tetapi juga ayah dan saudara laki-laki. Laporan tersebut hanya menyinggung sekilas mengenai hal itu.

Laporan itu, menurut Myra Diarsi juga kurang memaparkan akar masalah eksploitasi seksual, selain tidak mengungkapkan diskriminasi jender dan gender differences di kalangan anak.

Pandangan itu mengingatkan pada analisis feminis kulit hitam bell hooks mengenai dehumanisasi sistematis yang melibatkan persoalan kelas, ras, dan etnisitas. Mereka yang paling ditindas dan didiskriminasi dalam berbagai sistem dan struktur sosial adalah anak perempuan dari kelompok termiskin, dari ras, etnis, dan agama minoritas.

Myra juga mengingatkan, diskriminasi pada pendidikan yang lebih tinggi melibatkan berbagai faktor, bukan hanya jender. Tingginya tingkat pendidikan perempuan juga tidak begitu saja mendongkrak posisi tawarnya di dalam rumah tangga.

Sedangkan Kepala Perwakilan UNICEF Indonesia Dr Gianfranco Rotigliano mengingatkan, sekitar 20.000 perempuan Indonesia meninggal setiap tahun akibat komplikasi kehamilan. Untuk mencapai Tujuan Pembangunan Milenium, AKI yang 307 per 100.000 kelahiran hidup (tertinggi di ASEAN) harus dikurangi sampai 75 persen.

"Upaya penurunan AKI akan menunjukkan komitmen terhadap perbaikan kesetaraan jender di Indonesia," ujarnya.

Ia juga mengingatkan pentingnya meningkatkan alokasi dana di bidang kesehatan, khususnya kesehatan reproduksi dan pendidikan. Dua hal itu merupakan faktor penting untuk mencapai kemajuan pembangunan manusia.

Oleh: Muhammad Yamin

Publikasi Lainya

Siaran Pers, Minggu, 28 Mei 2023

KemenPPPA Gerak Cepat dalam Penyusunan Peraturan Pelaksana UU TPKS ( 106 )

Jakarta (28/5) – Kementerian Pemberdayan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), bersama dengan Kementerian/Lembaga (K/L) terkait, terus bergerak cepat dalam melakukan…

Siaran Pers, Jumat, 26 Mei 2023

DRPPA Langkah Percepatan Menuju KLA, KemenPPPA dan DP3AP2KB Kota Depok Berbagi Praktik Baik ( 172 )

Depok (26/5) – Inisiasi membawa pembangunan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak ke desa telah diselenggarakan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan…

Siaran Pers, Kamis, 25 Mei 2023

KemenPPPA Gagas Dare to Speak Up Sebagai Inovasi Keterbukaan Informasi Publik ( 174 )

Depok (25/5) – Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pribudiarta Nur Sitepu mengatakan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak…

Pengumuman, Kamis, 25 Mei 2023

PENGUMUMAN Nomor: P. 15 /Setmen.Birosdmu/KP.03.01/5/2023 TENTANG HASIL KELULUSAN PASCA SANGGAH PENGADAAN PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA (PPPK) TENAGATEKNIS DI LINGKUNGAN Kemen PPPA TAHUN ANGGARAN 2022 ( 1120 )

PENGUMUMAN Nomor: P. 15 /Setmen.Birosdmu/KP.03.01/5/2023 TENTANG HASIL KELULUSAN PASCA SANGGAH PENGADAAN PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA (PPPK) TENAGATEKNIS DI LINGKUNGAN…

Pengumuman, Jumat, 26 Mei 2023

Pedoman Pelaksanaan Hari Anak Nasional Tahun 2023 ( 405 )

Pedoman pelaksanaan Hari Anak Nasional tahun 2023