
Kemen PPPA Dorong Keadilan bagi Korban Kekerasan Anak di Deli Serdang
Siaran Pers Nomor: B-398/SETMEN/HM.02.04/10/2025
Jakarta (25/10) – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi menyesalkan putusan pengadilan militer terhadap kasus dugaan kekerasan yang dilakukan oleh anggota Tentara Negara Indonesia (TNI) yang mengakibatkan meninggalnya anak berinisial MHS (16) di Deli Serdang, Sumatera Utara.
“Setiap bentuk kekerasan terhadap anak adalah tindak pidana yang tidak dapat ditoleransi dan harus diproses secara transparan, adil, dan memberikan efek jera yang setimpal. Tidak ada toleransi bagi pelaku kekerasan terhadap anak. Negara wajib hadir memastikan keadilan dan perlindungan terbaik bagi setiap anak Indonesia,” ujar Menteri PPPA.
Kasus ini bermula pada 24 Mei 2024, ketika MHS dan temannya berada di lokasi tawuran di Jalan Pelican, Deli Serdang. Dalam upaya pembubaran tawuran, MHS diduga ditangkap dan dianiaya oleh oknum Bintara Pembina Desa (Babinsa) hingga mengalami luka berat dan meninggal dunia, meskipun korban tidak terlibat dalam tawuran tersebut. Ibu korban kemudian melapor ke Detasemen Polisi Militer I/5 dengan nomor laporan TBLP-58/V/2024.
Setelah lebih dari satu tahun proses hukum berjalan, pengadilan militer menjatuhkan vonis pada 20 Oktober 2025 dengan hukuman pidana penjara selama 10 bulan dan pembayaran restitusi sebesar Rp12.777.100. Hukuman pidana ini lebih ringan dari ancaman hukuman yang diatur dalam Pasal 76C jo Pasal 80 ayat (3) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yaitu 15 tahun penjara.
“Kemen PPPA menghormati seluruh proses hukum yang tengah berjalan, termasuk kewenangan peradilan militer. Namun kami mendorong agar seluruh aparat penegak hukum, baik di peradilan umum maupun militer, menempatkan kepentingan terbaik bagi anak sebagai pertimbangan utama dalam setiap proses dan putusan. Terlebih, berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, pelanggaran hukum pidana umum semestinya diproses di peradilan umum, bukan peradilan militer,” tutur Menteri PPPA.
Lebih lanjut, Menteri PPPA mendorong Oditur Militer mengajukan upaya banding dan Mahkamah Agung untuk melakukan pengawasan terhadap putusan tersebut melalui mekanisme hukum yang berlaku agar putusan memberikan rasa keadilan bagi korban dan keluarganya. Selain itu, Menteri PPPA mengajak seluruh pihak, termasuk institusi TNI, lembaga peradilan militer, dan aparat penegak hukum lainnya, untuk memperkuat koordinasi dalam memastikan setiap bentuk kekerasan terhadap anak ditangani secara transparan, profesional, dan berperspektif korban.
“Kami berkomitmen terus memantau proses hukum kasus ini dan memastikan hak-hak keluarga korban, termasuk pemenuhan restitusi, pendampingan psikologis, dan jaminan atas rasa aman,” kata Menteri PPPA.
Menteri PPPA menegaskan, seluruh anak Indonesia harus terbebas dari kekerasan, khususnya di lingkungan yang seharusnya menjadi tempat aman bagi anak. Untuk itu, Menteri PPPA mengajak masyarakat yang mengalami, mendengar, melihat, atau mengetahui kasus kekerasan untuk berani melapor ke lembaga-lembaga yang telah diberikan mandat oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), seperti Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat, dan Kepolisian serta hotline Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 atau Whatsapp 08-111-129-129.
BIRO HUMAS DAN UMUM
KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
DAN PERLINDUNGAN ANAK
Telp.& Fax (021) 3448510
e-mail : humas@kemenpppa.go.id
website : www.kemenpppa.go.id
- 25-10-2025
- Kunjungan : 401
-
Bagikan: