
Kemen PPPA Libatkan Sinergi Lintas Pihak, Wujudkan Kesejahteraan Ibu dan Anak
Siaran Pers Nomor: B-207/SETMEN/HM.02.04/7/2024
Jakarta (6/7) – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) berkomitmen mengawal implementasi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan yang telah ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia pada 2 Juli 2024. Kemen PPPA akan melibatkan sinergi pentahelix dalam mewujudkan kesejahteraan ibu dan anak Indonesia.
“Diundangkan dan disahkannya UU KIA pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan menjadi sesuatu hal yang membawa angin segar bagi kita semua karena seribu hari pertama kehidupan anak, yaitu sejak dalam kandungan hingga usia 2 (dua) tahun merupakan fase yang betul-betul harus mendapatkan perhatian. Pada fase tersebut pertumbuhan otak, seluruh organ penting, serta sistem tubuh mulai terbentuk dengan pesat. Masa inilah disebut masa keemasan (golden age). Harapannya dengan lahirnya UU ini kita bisa mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang unggul dan mampu berdaya saing,” ujar Plt. Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kemen PPPA, Rini Handayani, dalam Media Talk: “Sinergi Pentahelix Implementasi UU tentang KIA pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan”, di Jakarta, Jumat (5/7).
Rini mengatakan, pihaknya tengah berupaya melakukan sosialisasi masif terkait implementasi UU KIA pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan melalui kolaborasi dengan seluruh stakeholder, salah satunya Kementerian Ketenagakerjaan. Hal ini dilakukan untuk menyelaraskan interpretasi masyarakat terhadap hal-hal yang diatur dalam UU tersebut.
Selanjutnya, Kemen PPPA akan membentuk Panitia Antar Kementerian (PAK) untuk mengawal penyusunan 4 (empat) peraturan turunan UU KIA pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan agar dapat diimplementasikan secara optimal. Keempat peraturan turunan tersebut adalah Peraturan Pemerintah tentang Dukungan Penyelenggaraan Kesejahteraan Ibu dan Anak; Peraturan Pemerintah tentang Perencanaan, Pelaksanaan, Pembinaan, Pengawasan, dan Evaluasi; Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Data dan Informasi Kesejahteraan Ibu dan Anak; dan Peraturan Presiden tentang Koordinasi Lintas Sektor dan Fungsi. “Ada jangka waktu yang ditetapkan dalam UU tersebut, yaitu peraturan turunan harus selesai dalam 2 (dua) tahun,” imbuh Rini.
Menurut Rini, Kemen PPPA akan melibatkan berbagai pihak dalam penyusunan peraturan turunan guna memperjelas mandat UU KIA pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan. “Kami akan mengajak berbagai pihak untuk melakukan diskusi tematik baik dari sisi pemerintah, pemerintah daerah, praktisi, lembaga masyarakat, yang bergerak pada isu perempuan dan anak, media, dan tentunya juga dunia usaha,” kata Rini.
Dalam kesempatan yang sama, Plt. Asisten Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak atas Pangasuhan dan Lingkungan Kemen PPPA, Suhaeni menegaskan, perlu adanya strategi pentahelix untuk mengimplemetasikan UU KIA pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan. “Tidak hanya dengan Kementerian/Lembaga atau Pemerintah Daerah, tetapi juga perlu adanya pelibatan keluarga,” tambah Suhaeni.
Selain itu, Suhaeni juga menggarisbawahi pentingnya pelibatan masyarakat untuk mendukung pemenuhan hak dan kebutuhan dasar ibu dan anak yang meliputi peningkatan kepedulian dalam penyelenggaraan kesejahteraan ibu dan anak; peningkatan kemandirian, keberdayaan, dan ketahanan masyarakat; peningkatan kemampuan dan kepeloporan masyarakat; peningkatan kepedulian sosial, empati, dan semangat gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat; dan pengembangan dan penjagaan budaya dan kearifan lokal dalam penyelenggaraan kesejahteraan lbu dan anak.
Ketua Panitia Kerja Pemerintah RUU KIA pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan, Lenny N. Rosalin menjelaskan, penyelenggaraan KIA meliputi perencanaan; pelaksanaan; penyediaan dan pemberian layanan cuma-cuma; pembinaan, pengawasan, dan evaluasi; dan koordinasi. Lebih rinci, Lenny menyebutkan pelaksanaan kesejahteraan ibu dan anak, meliputi (a) pelayanan kesehatan dan gizi; (b) pelayanan keluarga berencana; (c) pemberian kesejahteraan sosial: (d) rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial; (e) pelayanan administrasi kependudukan dan pencatatan sipil; (f) penyediaan layanan keagamaan dan bimbingan perkawinan dan keluarga; (g) pemberian kemudahan dalam penggunaan fasilitas, akomodasi yang layak, sarana prasarana; (h) pemberian kesempatan mendapatkan pengetahuan, edukasi, dan pendampingan; (i) penciptaan lingkungan yang ramah ibu dan anak serta pemberian layanan pelindungan; dan/atau (j) pemberian kemudahan layanan hukum.
Lenny menjelaskan, dalam proses penyusunan peraturan turunan UU KIA pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan, PAK tidak hanya dari Kementerian/Lembaga, tetapi juga Pemerintah Daerah. Bahkan, seluruh Kementerian/Lembaga yang punya Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) perlu dilibatkan dalam proses penyusunan peraturan turunan. “Masukan-masukan dalam proses diskusi yang belum bisa dimasukkan sebagai substansi dalam UU, seoptimal mungkin kita akomodasi dalam peraturan turunan,” kata Lenny.
Menurut Lenny, UU KIA pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan memberikan dukungan bagi ibu saat mempersiapkan kehamilan, masa kehamilan, persalinan, dan pasca persalinan. Tidak hanya ibu, tetapi juga anak pada fase seribu hari pertama kehidupan. Dukungan tersebut dapat berupa dukungan fisik, psikis, sosial, hingga spiritual.
“Lihatlah UU ini sebagai investasi untuk SDM kita ke depan sehingga nanti multiplier impact-nya tidak hanya perempuan tidak drop out dari pasar kerja dan anak memperoleh haknya, tetapi SDM juga kita tata. UU ini juga diharapkan dapat mendorong penurunan angka stunting dan angka kematian ibu melahirkan, serta peningkatan Tingkat Partipasi Angkatan Kerja (TPAK) sehingga Indeks Pembangunan Manusia Indonesia naik,” pungkas Lenny.
#Perempuan Berdaya, Anak Terlindungi
BIRO HUKUM DAN HUMAS
KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
DAN PERLINDUNGAN ANAK
Telp.& Fax (021) 3448510
e-mail : humas@kemenpppa.go.id
website : www.kemenpppa.go.id
- 06-07-2024
- Kunjungan : 1998
-
Bagikan: