
Wamen PPPA Dorong Integrasi Pentahelix untuk Penguatan Ekonomi Restoratif Berbasis Pangan Lokal dan Budaya di TTS
Siaran Pers Nomor: B-420/SETMEN/HM.02.04/11/2025
Mollo Utara, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur (3/11) - Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Veronica Tan, melakukan kunjungan kerja di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) untuk mendorong penguatan ekosistem ekonomi restoratif berbasis pangan lokal dan literasi budaya, sekaligus memperkuat peran perempuan sebagai penggerak ekonomi keluarga. Kunjungan ini menekankan kolaborasi pentahelix serta integrasi program pemenuhan gizi, perlindungan kelompok rentan, dan pemberdayaan anak dan pemuda.
“Kami melihat inisiatif masyarakat di TTS sebagai contoh nyata bagaimana pengetahuan lokal, pangan, dan budaya menjadi kekuatan ekonomi yang berkelanjutan sekaligus melindungi kelompok rentan. Ini sejalan dengan agenda KemenPPPA untuk memperkuat pemberdayaan perempuan dan anak melalui kolaborasi lintas sektor,” ujar Wamen PPPA saat berdialog dengan komunitas serta warga desa Taiftob, Kab. Mollu Utara, TTS pada Sabtu (1/11).
Kunjungan di Desa Taiftob, Mollo Utara, diawali dengan penyambutan adat Natoni dan pengenalan tradisi sirih-pinang. Komunitas Lakoat Kujawas memaparkan ekosistem kegiatan yang mencakup perpustakaan komunitas, sekolah budaya bulanan, kelas menulis kreatif yang telah menerbitkan lebih dari 10 karya, pameran arsip tahunan, residensi seni dan ekologi, serta tur gastronomi yang mengangkat narasi budaya, sejarah, ekologi, dan sistem pangan lokal.
“Kami ingin tamu tidak sekadar makan, tetapi belajar narasi di balik setiap piring tentang pengetahuan lokal, ekologi, dan sejarah yang diteliti anak-anak dan remaja. Model tur gastronomi kami menghubungkan budaya dengan ketahanan pangan,” kata Dicky Senda, Komunitas Lakoat Kujawas.
Sinergi antara kearifan lokal yang dihidupkan oleh komunitas dan kebijakan pemerintah menjadi titik temu penting dalam upaya membangun ketahanan pangan berkelanjutan.
Wamen PPPA menekankan percepatan integrasi program pemenuhan gizi berbasis pangan lokal, penguatan peran perempuan sebagai motor inovasi, serta harmonisasi perencanaan bersama pemerintah daerah, NGO, dunia usaha, akademisi, dan media. “Program pemenuhan gizi di sekolah harus terhubung dengan dapur komunitas dan kebun-kebun lokal. Ketika pasokan berasal dari budaya dan kearifan lokal, kita membentuk ekonomi sirkular yang menyejahterakan keluarga dan tidak meninggalkan siapa pun,” ujar Wamen PPPA.
Konteks lokal di TTS menunjukkan kebutuhan nyata akan akses pangan bergizi, penguatan ekonomi rumah tangga, keberlanjutan praktik budaya, peningkatan literasi dan keterampilan anak serta pemuda, serta pelestarian pengetahuan dan arsip budaya. Di Mollo, tidak terdapat sawah padi; keberagaman pangan lokal seperti ubi, jagung, pisang, dan kacang hutan menjadi sumber gizi utama. Masih terdapat persepsi inferior terhadap pangan lokal dan kecenderungan konsumsi produk pabrikan, sementara masuknya benih jagung hibrida mengurangi keberlanjutan varietas lokal.
Kondisi tersebut menjadi dasar penting bagi munculnya gagasan ekonomi restoratif yang menempatkan keberlanjutan ekologi dan kemandirian masyarakat sebagai ukuran utama keberhasilan pembangunan. “Ekonomi restoratif mengukur keberhasilan dari ekologi yang pulih dan masyarakat yang berdaya, bukan sekadar angka produksi. Narasi hutan dan pangan lokal adalah pengikat yang menguatkan modal sosial,” ujar Alexandra dari Conservana.
Wamen PPPA mendorong arah kebijakan yang berfokus pada: Penguatan ekosistem pemberdayaan perempuan dan anak melalui literasi budaya, keterampilan kreatif, dan kewirausahaan pangan lokal; Pengarusutamaan pemanfaatan pangan lokal dalam layanan dan acara pemerintah daerah, serta dukungan standar mutu, pelatihan, dan akses pasar bagi pelaku olahan pangan yang dikelola perempuan; Integrasi perlindungan kelompok rentan dalam inisiatif ekologi dan ekonomi berbasis komunitas, termasuk dukungan terhadap sekolah perempuan dan pemulihan penyintas kekerasan; Konservasi varietas lokal (jagung, ubi, kacang hutan) dan pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan; dan Fasilitasi jejaring dan pertukaran pengetahuan lintas wilayah, serta potensi pendanaan melalui APBN dan kemitraan CSR berorientasi investasi sosial.
“Kami mengajak seluruh pihak bergotong royong memperkuat ketahanan pangan, pelestarian budaya, dan pemulihan ekologi. Kolaborasi yang saling belajar akan memastikan perempuan menjadi penggerak perubahan dan anak mendapat ruang tumbuh yang aman, sehat, dan kreatif,” tambah Wamen PPPA.
Komunitas menegaskan perlunya dukungan agar ruang pendanaan dan layanan desa untuk perempuan dan anak kembali terbuka, termasuk agar sekolah perempuan hidup dan berkembang. Praktik baik ini terbukti memperkuat literasi gender, mendorong perempuan sebagai pencari nafkah kedua, serta mendorong pembagian peran di rumah tangga yang lebih adil dan layanan anak yang lebih baik.
“Ekonomi restoratif harus menjadi arah kebijakan ke depan: mengembangkan pangan lokal tanpa merusak lingkungan, mengelola sampah dengan baik, serta menyiapkan generasi muda belajar dengan alam dan teknologi. Ini bukan produksi massal yang mengorbankan lingkungan, tetapi ekologi yang menyejahterakan,” tegas Wamen PPPA.
Kemen PPPA bersama mitra akan mendukung pengembangan model ekonomi restoratif berbasis budaya dan pangan lokal sebagai rujukan praktik baik di berbagai daerah. Pemerintah mengajak pemerintah daerah, komunitas, dunia usaha, akademisi, dan media untuk membangun pilot integrasi pentahelix di TTS, memastikan prioritas program terjalin dengan kebutuhan komunitas dan champion lokal.
BIRO HUMAS DAN UMUM
KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
DAN PERLINDUNGAN ANAK
Telp.& Fax (021) 3448510
e-mail : humas@kemenpppa.go.id
website : www.kemenpppa.go.id
- 03-11-2025
- Kunjungan : 362
-
Bagikan: