
Kemen PPPA Dorong Pendokumentasian Praktik Baik Pemerintah Daerah untuk Pencegahan Perkawinan Anak
Siaran Pers Nomor: B-472/SETMEN/HM.02.04/11/2025
Jakarta (27/11) – Deputi Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Pribudiarta Nur Sitepu menegaskan bahwa upaya pencegahan perkawinan anak oleh pemerintah daerah penting didokumentasikan sebagai bahan advokasi dan pembelajaran antarwilayah.
Dalam kegiatan Diseminasi Pendokumentasian Praktik Baik Komunikasi Perubahan Perilaku Pendidikan Kesehatan Reproduksi untuk Pencegahan Perkawinan Anak pada Rabu (26/11), Pribudiarta menyampaikan Kemen PPPA telah mencatat berbagai praktik baik pemerintah daerah, khususnya di 6 wilayah, yaitu Kota Palu, Jakarta Utara, Kabupaten Garut, Cirebon, Sigi, dan Lombok Timur pada tahun 2025.
“Dokumentasi ini menjadi jembatan yang mempertemukan pengetahuan, pengalaman, dan komitmen lintas wilayah. Banyak program dan praktik baik pemerintah daerah yang dibangun untuk upaya pencegahan perkawinan anak, sebagai contoh Program STOP KABUR (Strategi Optimalisasi Pencegahan Kawin di Bawah Umur) di Kabupaten Garut,” jelas Pribudiarta.
Lebih lanjut, Pribudiarta menambahkan praktik baik Pemerintah Kabupaten Cirebon yang bekerja sama dengan perguruan tinggi dan Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) dalam pencegahan perkawinan anak. Di sisi lain, Pemerintah Kabupaten Sigi bekerja sama dengan dengan Badan Riset dan Inovasi Daerah Sulawesi Tengah untuk memberikan sosialisasi yang berfokus pada pencegahan stunting dan perkawinan anak.
“Melalui praktik baik dan pendokumentasian tersebut, kami berharap ada perubahan yang dilakukan pemerintah daerah wilayah lain, seperti adanya regulasi di tingkat desa, kemitraan strategi dengan pemangku kepentingan, serta langkah – langkah lainnya untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran anak untuk menolak perkawinan anak,” ungkap Pribudiarta.
Pribuarta menambahkan dari data Badan Pusat Statistik (BPS) 2025, terjadi penurunan angka perkawinan anak dari 6,92% pada tahun 2023 menjadi 5,90% di tahun 2024. Meskipun demikian, terdapat 4 provinsi yang mengalami kenaikan angka perkawinan anak di tahun 2024, yaitu Jambi, Riau, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Selatan.
“Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan mengatur usia minimal pernikahan adalah 19 tahun untuk laki – laki dan perempuan. Data Peradilan Agama (Badilag) mencatat 50.673 dispensasi perkawinan yang diputus pada 2022. Jika upaya pemerintah, pemangku kepentingan, masyarakat, hingga keluarga dapat menekan angka perkawinan anak, maka risiko anak putus sekolah, angka kematian ibu dan bayi, serta risiko Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) juga dapat menurun,” pungkas Pribudiarta.
Asisten Deputi Ketahanan Keluarga dan Pembangunan Kependudukan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Mustikorini Indrijatiningrum menekankan penguatan ketahanan keluarga serta peningkatan kemandirian ekonomi keluarga menjadi rekomendasi yang dapat dilakukan oleh pemerintah pusat hingga daerah.
“Keluarga yang terpenuhi kebutuhan dasarnya serta memiliki kesempatan untuk berdaya dan berpartisipasi akan membentuk masyarakat yang lebih berkualitas dan produktif. Pada akhirnya, hal ini akan mendukung pembangunan dan memperkuat ketahanan nasional,” ungkap Rini.
Direktur Yayasan Kesehatan Perempuan, Nanda Dwinta Sari menyampaikan dukungannya terhadap upaya kolaborasi dan penguatan program, termasuk pendokumentasian praktik – praktik baik pencegahan perkawinan anak.
“Kami berharap praktik baik ini dapat didiseminasikan kepada masyarakat, pemangku kepentingan, dan pemerintah. Dokumen ini bersifat milik bersama, sehingga dapat menjadi acuan untuk menyebarkan pengalaman perempuan dan anak dalam berpartisipasi sebagai upaya pencegahan perkawinan anak,” pungkas Nanda.
BIRO HUMAS DAN UMUM
KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
DAN PERLINDUNGAN ANAK
Telp.& Fax (021) 3448510
e-mail : humas@kemenpppa.go.id
website : www.kemenpppa.go.id
- 27-11-2025
- Kunjungan : 47
-
Bagikan: