
Kemen PPPA Susun Peraturan Pelaksanaan UU KIA pada Fase Seribu HPK
Siaran Pers Nomor: B-376/SETMEN/HM.02.04/10/2025
Jakarta (16/10) — Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) tengah menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan (HPK). Penyusunan RPP ini merupakan wujud komitmen Pemerintah Indonesia untuk memenuhi hak dan meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak.
“Kami sudah melaksanakan 19 pertemuan Panitia Antar Kementerian (PAK) untuk membahas RPP ini. Kami meyakini UU KIA pada Fase Seribu HPK dan peraturan pelaksanaannya merupakan bagian penting dari komitmen pemerintah untuk memastikan hak dasar ibu dan anak terpenuhi. Melalui peraturan ini, kami ingin memastikan perempuan dan anak, terutama pada fase seribu HPK mendapatkan perlindungan, layanan, dan dukungan yang layak sesuai dengan ketentuan nasional maupun komitmen internasional,” ujar Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kemen PPPA, Amurwani Dwi Lestariningsih dalam Konsultasi Publik RPP tentang Peraturan Pelaksanaan UU KIA pada Fase Seribu HPK, Rabu (15/10).
Menurut Amurwani, fase seribu HPK merupakan periode emas dalam membentuk generasi penerus bangsa yang berkualitas. Oleh karena itu, penyusunan RPP ini diharapkan dapat memperkuat ekosistem pembangunan yang ramah perempuan dan anak, serta memastikan layanan dasar dapat diakses oleh seluruh ibu dan anak, termasuk di wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T).
Lebih lanjut, Amurwani mengatakan kegiatan konsultasi publik merupakan wadah untuk menghimpun masukan dari berbagai pihak, antara lain lembaga masyarakat, akademisi, dan mitra pembangunan agar RPP yang tengah disusun pemerintah menjadi lebih komprehensif. Nantinya, masukan dari konsultasi publik ini akan dibahas kembali dalam pertemuan bersama Tim PAK. “Kami ingin memastikan tidak ada satu pun gagasan yang tertinggal. Semua masukan akan memperkaya substansi RPP ini agar implementasinya benar-benar berpihak pada kesejahteraan ibu dan anak,” imbuh Amurwani.
Secara substansi, RPP Peraturan Pelaksanaan UU KIA pada Fase Seribu HPK terdiri atas 60 pasal dan 5 bab utama, yaitu:
- Ketentuan Umum yang mengatur definisi dan istilah kunci penyelenggaraan KIA;
- Dukungan Penyelenggaraan KIA yang mencakup penyediaan kebijakan, data, sumber daya manusia, serta sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk pelayanan KIA;
- Penyelenggaraan KIA yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pembinaan, pengawasan, dan evaluasi yang terintegrasi ke dalam dokumen perencanaan pembangunan nasional dan daerah;
- Pengelolaan Data dan Informasi yang mengatur sistem data terpadu yang menjamin keamanan dan privasi ibu serta anak, sekaligus mendukung kebijakan berbasis bukti; dan
- Ketentuan Penutup.
UU KIA pada Fase Seribu HPK muncul sebagai jawaban atas berbagai tantangan nasional, antara lain masih tingginya angka kematian ibu (189 per 100.000 kelahiran hidup) dan angka kematian bayi (17 per 1.000 kelahiran hidup) berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2020. Selain itu, angka stunting nasional pada 2024 masih berada pada angka 19,8 persen sehingga kebijakan lintas sektor dalam mendukung KIA dinilai perlu diperkuat.
“Pembangunan sumber daya manusia yang unggul sangat ditentukan oleh terpenuhinya hak dasar ibu dan anak, khususnya pada fase seribu HPK. RPP ini menjadi panduan operasional agar implementasi UU KIA pada Fase Seribu HPK berjalan efektif, terukur, dan berdampak langsung bagi masyarakat,” tutur Amurwani.
Dalam forum konsultasi publik yang melibatkan akademisi, organisasi masyarakat sipil, dan mitra pembangunan lainnya, peserta forum menyampaikan banyak masukan terhadap RPP tersebut, salah satunya adalah mempertegas pembagian tugas dan wewenang pemerintah pusat hingga pemerintah kabupaten/kota agar dapat diimplementasikan dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Dari sisi substansi, sejumlah akademisi dan organisasi perempuan menyoroti perlunya penegasan peran ayah dalam pengasuhan dan dukungan terhadap kesejahteraan ibu, termasuk di tempat kerja dan sektor informal. Masukan lainnya mencakup pentingnya standardisasi fasilitas ramah ibu dan anak, kepastian hukum dalam pelaksanaan kebijakan, perhatian khusus terhadap kelompok rentan dan daerah 3T. Beberapa pihak juga menekankan agar aspek kesehatan mental ibu turut menjadi perhatian dari kebijakan kesejahteraan ibu dan anak pada fase seribu HPK.
“Pada setiap pasal perlu dijaga konsistensi mengenai pelibatan keluarga, khususnya peran ayah dalam pengasuhan serta dukungan terhadap ibu dalam menjalankan perannya. Oleh karena itu, pada pasal-pasal yang relevan perlu ditambahkan ketentuan mengenai keterlibatan ayah. Misalnya, pasal-pasal yang mengatur tentang kesempatan mendapatkan edukasi sebaiknya ditujukan tidak hanya bagi ibu, tetapi juga bagi ayah, karena hal ini akan sangat mendukung kesejahteraan ibu,” ujar Psikolog Klinis Yayasan Pulih, Ika Putri sebagai salah satu peserta konsultasi publik.
BIRO HUMAS DAN UMUM
KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
DAN PERLINDUNGAN ANAK
Telp.& Fax (021) 3448510
e-mail : humas@kemenpppa.go.id
website : www.kemenpppa.go.id
- 16-10-2025
- Kunjungan : 261
-
Bagikan: