
Menteri PPPA : Pelaku Kekerasan Seksual Anak yang Berusia Anak Tetap Dapat Dikenakan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual
Siaran Pers Nomor: B-396/SETMEN/HM.02.04/10/2025
Jakarta (24/10) — Menanggapi kasus kekerasan seksual yang menimpa remaja perempuan berusia 14 tahun di Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi menyatakan para pelaku kekerasan seksual dapat dikenakan sanksi pidana dengan menggunakan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
"Kami mengecam sekaligus prihatin atas kejadian kekerasan seksual yang menimpa korban yang mengakibatkan trauma berat. Meski para terduga pelaku masih berusia anak, mereka dapat dikenai pasal tindak pidana dari UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan UU Perlindungan Anak," tegas Menteri PPPA di Jakarta, pada Jum'at (25/10).
"Dalam kasus ini, kekerasan seksual terhadap anak tidak dapat diselesaikan di luar peradilan melalui diversi, mediasi atau melalui proses damai secara kekeluargaan, meskipun para terduga pelaku masih berusia anak. Hal ini penting untuk memastikan keadilan bagi korban dan pembelajaran bagi para anak yang berkonflik dengan hukum agar tidak mengulangi perbuatannya. Untuk proses hukumnya maka wajib berpedoman pada UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) dengan mempertimbangkan prinsip keadilan restoratif tanpa menghapus pertanggungjawaban pidana," ujar Menteri PPPA.
Kemen PPPA melalui Tim Layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 dan UPTD PPA Kabupaten Karawang telah mendampingi korban sejak awal.
"Korban telah menjalani visum et repertum dan visum et psikiatrikum di RSUD Karawang, asesmen awal, serta pendampingan psikologis. Tim UPTD PPA juga berkoordinasi dengan pihak sekolah agar korban dapat kembali bersekolah setelah mengalami trauma. Kami juga bersama Tim UPTD PPA berkoordinasi dengan pihak sekolah agar korban dapat kembali bersekolah setelah mengalami trauma. Selain itu, korban berhak mendapatkan restitusi dan layanan pemulihan sesuai Pasal 30 UU TPKS dan untuk anak yang berkonflik dengan hukum, restitusi dapat dibebankan kepada orang tua atau wali sebagaimana Pasal 37 UU TPKS," ujar Menteri PPPA.
Menteri PPPA mengapresiasi atas respon dari pihak aparat kepolisian dalam menanggapi aduan dari keluarga korban.
"Kami mengapresiasi atas respon cepat polisi yang tidak menunggu lama segera menindaklanjuti aduan dari keluarga korban dan menangkap 4 anak yang berkonflik dengan hukum. Keberhasilan polisi ini juga didukung dengan adanya keberanian dari saksi anak dalam menyampaikan kejadian tersebut secara langsung dengan cepat kepada keluarga korban. Kami sangat berharap dua anak yang berkonflik dengan hukum lainnya yang masih buron dapat segera diketemukan. Permohonan perhitungan restitusi juga kami harap segera diajukan ke LPSK sejak proses penyidikan." ujar Menteri PPPA.
Bagi enam Anak yang Berkonflik dengan Hukum (AKH) diduga melakukan tipu muslihat dan membujuk korban untuk melakukan persetubuhan dan/atau perbuatan cabul. Tindakan ini melanggar Pasal 76D dan 76E UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun dan denda hingga Rp5 miliar. Mereka juga dapat dijerat Pasal 6 UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dengan ancaman pidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau denda maksimal Rp300 juta.
Menteri PPPA juga mengingatkan pentingnya peran keluarga, sekolah, dan masyarakat dalam mencegah kekerasan seksual terhadap anak.
“Setiap orang tua, guru, dan lingkungan sekitar harus menjadi pelindung pertama bagi anak. Pencegahan dimulai dari edukasi tentang batasan tubuh, rasa hormat, dan keberanian untuk melapor bila terjadi kekerasan,” ujar Menteri PPPA.
BIRO HUMAS DAN UMUM
KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
DAN PERLINDUNGAN ANAK
Telp.& Fax (021) 3448510
e-mail : humas@kemenpppa.go.id
website : www.kemenpppa.go.id
- 24-10-2025
- Kunjungan : 889
-
Bagikan: