
Tak Ada Ruang bagi Pelaku Kekerasan Seksual, Negara Hadir Lindungi Anak Korban di Ambon
Siaran Pers Nomor: B-281/SETMEN/HM.02.04/10/2025
Jakarta (19/10) – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Arifah Fauzi menyoroti kasus kekerasan seksual yang melibatkan seorang oknum aparat Brimob berinisial BRN terhadap seorang anak perempuan berusia 16 tahun di Kota Ambon, Provinsi Maluku. Menteri PPPA mengatakan, pihaknya akan memastikan pendampingan dan perlindungan menyeluruh bagi korban melalui dukungan psikologis, kesehatan, dan hukum secara terpadu.
“Kami mengecam keras tindak kekerasan seksual oleh oknum aparat yang seharusnya mengayomi dan memberikan rasa aman kepada masyarakat, termasuk anak-anak. Terlebih, berdasarkan informasi yang kami dapatkan, anak korban saat ini mengalami kehamilan dan tekanan psikologis yang berat. Kekerasan seksual terhadap anak adalah kejahatan yang tidak bisa ditoleransi. Tidak boleh ada satu pun anak yang menjadi korbannya dan tidak ada ruang toleransi bagi pelaku kekerasan seksual,” ujar Menteri PPPA.
Menteri PPPA menjelaskan pihaknya telah melakukan koordinasi intens dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kota Ambon. Berdasarkan hasil laporan lapangan, peristiwa tersebut terjadi sejak Agustus 2025. Pelaku diduga memanfaatkan kondisi perekonomian anak korban yang dalam situasi serba kekurangan.
“Kami mengapresiasi inisiatif salah satu warga yang merupakan tetangga pelaku karena sudah membantu anak korban untuk melaporkan kepada pihak yang berwajib. Namun, karena korban masih berusia anak, pelaporan didampingi oleh UPTD PPA Kota Ambon ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) agar prosesnya berjalan sesuai prosedur perlindungan anak. Selain itu, kasus ini pun sudah mendapat atensi dari Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Maluku,” tutur Menteri PPPA.
Selanjutnya, kasus ini ditangani oleh Sub Direktorat Perlindungan Perempuan dan Anak Direktorat Reserse Kriminal Umum (Subdit PPA Ditreskrimum) Polda Maluku dan berada pada tahap penyidikan. Hasil pemeriksaan sementara menunjukkan pelaku diduga kuat melakukan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur. Selain oknum aparat berinisial BRN, juga diduga terdapat pihak lain yang turut melakukan kekerasan seksual terhadap korban, termasuk kakek dan pacar korban. Namun, hal ini masih dalam tahap penyelidikan oleh aparat penegak hukum.
Di sisi lain, Menteri PPPA menyayangkan dugaan intervensi dari oknum aparat lainnya yang mencoba memaksa korban untuk mencabut perkara dengan cara membuat surat perjanjian perdamaian. Surat perjanjian tersebut tidak sah secara hukum karena ditandatangani oleh anak korban yang masih di bawah umur. “Tindakan tersebut merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap hak anak dan prinsip keadilan bagi korban, karena kesepakatan yang melibatkan anak di bawah umur tanpa pendampingan hukum dan tanpa mempertimbangkan kepentingan terbaik anak tidak memiliki kekuatan hukum,” kata Menteri PPPA.
Menteri PPPA menegaskan pihaknya akan terus melakukan koordinasi dengan pemangku kepentingan terkait serta pihak keluarga korban untuk memastikan keberlanjutan pendampingan dan keamanan korban. “UPTD PPA Kota Ambon sudah memberikan layanan sesuai dengan kebutuhan korban, seperti pendampingan psikologis, pendampingan hukum, pendampingan kesehatan termasuk visum, dan juga layanan rumah aman. Kami juga telah menginstruksikan agar dilakukan asesmen lanjutan dan memastikan korban dalam kondisi aman dari tekanan ataupun ancaman dari pihak lain. Tim UPTD PPA juga tengah berupaya menghubungi ayah korban yang merupakan anggota aparat penegak hukum di daerah Maluku Barat Daya untuk memastikan tanggung jawab keluarga terhadap anak korban,” jelas Menteri PPPA
Seluruh anak Indonesia harus terbebas dari kekerasan, baik di rumah maupun di ruang publik. Perlindungan anak adalah tanggung jawab bersama seluruh elemen bangsa. Oleh karena itu, Menteri PPPA mengajak masyarakat yang mengalami, mendengar, melihat, atau mengetahui kasus kekerasan untuk berani melapor ke lembaga-lembaga yang telah diberikan mandat oleh UU TPKS, seperti UPTD PPA, Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat, dan Kepolisian untuk mencegah jatuhnya korban lebih banyak. “Masyarakat juga dapat melapor melalui hotline Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 atau WhatsApp 08111-129-129,” tutup Menteri PPPA.
BIRO HUMAS DAN UMUM
KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
DAN PERLINDUNGAN ANAK
Telp.& Fax (021) 3448510
e-mail : humas@kemenpppa.go.id
website : www.kemenpppa.go.id
- 19-10-2025
- Kunjungan : 339
-
Bagikan: