
Kemen PPPA Upayakan Pendampingan Psikologis Bagi Anak Korban Kasus Bunuh Diri Keluarga di Malang, Jawa Timur
Siaran Pers Nomor: B-489/SETMEN/HM.02.04/12/2023
Jakarta (18/12) – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) melalui Deputi Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar mengutarakan bela sungkawa dan rasa prihatin yang mendalam atas meninggalnya 3 (tiga) orang anggota keluarga atas dugaan pembunuhan dan bunuh diri di Malang, Jawa Timur. Nahar menegaskan pihaknya dan pihak lain yang terkait akan memberikan pendampingan dan pemulihan psikologis yang dibutuhkan bagi anak korban AKE (12) yang masih hidup.
“Kami turut bersedih atas kejadian yang menimpa anak korban AKE yang kehilangan ketiga anggota keluarga intinya yakni ayah, ibu, dan saudara kembar atas dugaan pembunuhan dan bunuh diri yang dilakukan oleh anak ayah korban. Hingga saat ini, motif tindak pembunuhan dan bunuh diri yang dilakukan oleh W (44) masih dalam tahap penyelidikan dan informasi dari berbagai pihak juga sedang didapatkan,” ujar Nahar dalam keterangannya, Senin (18/12).
Melansir informasi yang didapatkan oleh Tim Layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 Kemen PPPA, Nahar mengemukakan awal mula terungkapnya kasus tersebut berdasarkan laporan dari anak korban AKE yang mengetuk pintu kamar ayah dan ibunya di pagi hari karena merasa telat dibangunkan untuk sekolah. Namun anak korban AKE mendapati pintu kamar orang tuanya terkunci dan mendengar teriakan ayahnya, W, dari dalam kamar meminta anak korban AKE untuk memanggil banyak orang. Anak korban AKE lantas memanggil tetangga sebelah rumahnya dan setelah tetangganya datang, ayahnya meminta tetangga tersebut untuk memanggil orang lagi. Anak korban AKE diajak oleh tetangga lainnya ke rumah kerabat yang tidak jauh dari rumahnya, pada saat itu, anak korban AKE tidak mengetahui apa yang terjadi di rumahnya dan hanya mendengar dari beberapa warga disekitar yang mengatakan bahwa ibu dan saudara kembarnya dalam kondisi meninggal dunia. Tidak lama setelah itu, anak korban AKE diamankan ke kediaman neneknya dan mendapat kabar bahwa ayahnya pun meninggal dunia.
“Di kamar kejadian, pihak kepolisian menemukan barang bukti berupa pisau dan gelas serta bukti lain berupa botol obat nyamuk cair ditemukan di tempat sampah yang diduga digunakan oleh pelaku W untuk membunuh istri dan salah seorang anaknya. Kedua korban lain ditemukan dalam kondisi sudah tidak bernyawa dan mengeluarkan busa dari mulut, sedangkan pelaku W saat ditemukan oleh warga dalam kondisi masih bernapas dan segera dibawa ke rumah sakit namun nyawanya tidak terselamatkan. Pelaku W melakukan tindakan bunuh diri dengan memotong nadi di di pergelangan tangannya,” jelas Nahar.
Nahar juga mengatakan, di lokasi kamar kejadian, ditemukan tulisan pelaku W di kaca rias yang ditujukan kepada anak korban AKE. Pelaku W menyampaikan bahwa mereka bertiga berpamitan, berpesan agar anak korban AKE dapat patuh kepada kakek dan neneknya, serta berharap agar anak korban AKE bisa menjadi anak yang sukses. Pelaku W pun menyebutkan untuk dikuburkan bersama istri dan anaknya. Para warga dan keluarga terdekat juga menyebutkan bahwa pelaku W dan istrinya terlihat akur, tidak memiliki masalah, meskipun memang pelaku W terlihat sebagai pribadi yang tertutup.
“Penelusuran mengenai penyebab kematian dan motif tindak pembunuhan dan bunuh diri masih akan terus dilakukan oleh pihak yang berwajib hingga mendapatkan jawaban. Saat ini anak korban AKE masih dalam kondisi sangat terpukul karena ia tidak menyangka bahwa ayahnya lah yang melakukan hal tersebut. Anak korban AKE merasakan sedih yang mendalam karena ia ditinggalkan oleh semua keluarga intinya. Meskipun terpukul, anak korban AKE berusaha menguatkan dirinya dan mampu menanggapi para pelayat yang hadir,” ungkap Nahar.
Dalam hal penanganan dan perlindungan terhadap anak korban, Nahar mengungkapkan, pihaknya bersama dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kabupaten Malang dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Malang telah melakukan penjangkauan dan pendampingan terhadap anak korban AKE. Selama proses pendampingan berjalan, anak korban AKE terlihat kooperatif dan mampu menjawab berbagai pertanyaan dengan baik meskipun sesekali menangis saat menjawab pertanyaan yang membuatnya sedih. Selain mendampingi anak korban AKE, pendampingan terhadap keluarga terdekat pun telah dilakukan dengan memberikan penguatan dan dukungan awal yang nantinya akan dilakukan asesmen lebih mendalam guna mengetahui kondisi psikologis anak korban AKE dan keluarga korban untuk mengetahui dampak dari kejadian tersebut.
“Kami juga akan memasikan pemenuhan hak dari anak korban AKE di sela proses pendampingan dan penanganannya. Saat ini, pendampingan psikologis akan menjadi fokus utama kami sebagai upaya meminimalisir munculnya dampak psikologis seperti trauma atau tekanan emosi lainnya akibat peristiwa traumatis yang terjadi khususnya kepada anak korban AKE,” kata Nahar.
Lebih lanjut, Nahar menjelaskan bahwa dalam hal kasus pembunuhan dan bunuh diri dimana ibu S (40) dan anak ARE (12) meminum obat nyamuk cair, terdapat kekerasan terhadap anak dan melanggar Pasal 76C jo. Pasal 80 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dalam hal anak sebagaimana dimaksud mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan dapat ditambah sepertiga apabila yang melakukan penganiayaan tersebut adalah orang tuanya. Selain itu, dapat dikenakan Pasal 44 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, dimana setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah) dan dalam hal perbuatan dimaksud mengakibatkan matinya korban, maka dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp 45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah).
Pada kesempatan tersebut, Nahar mengingatkan kepada keluarga dan semua pihak agar selalu melakukan pengawasan terhadap lingkungan sekitar agar dapat dengan mudah mendeteksi jika adanya ancaman yang membahayakan pihak-pihak lain, khususnya anak. Nahar juga mengimbau agar masyarakat segera melapor kepada pihak berwajib jika mendapatkan atau menemui kasus kekerasan yang melibatkan perempuan dan anak di sekitarnya. Dengan berani melapor, maka akan dapat mencegah berulangnya kasus sejenis terjadi kembali. Kemen PPPA mendorong masyarakat yang mengalami atau mengetahui segala bentuk kasus kekerasan segera melaporkannya kepada Layanan SAPA 129 Kemen PPPA melalui kanal hotline 129 atau WhatsApp 08111-129-129 atau melaporkan ke polisi setempat.
BIRO HUKUM DAN HUMAS
KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
DAN PERLINDUNGAN ANAK
Telp.& Fax (021) 3448510
e-mail : humas@kemenpppa.go.id
website : www.kemenpppa.go.id
- 18-12-2023
- Kunjungan : 847
-
Bagikan: