
Memperingati Hari Anak Sedunia, Kemen PPPA Serukan Perlindungan Anak di Ranah Daring
Siaran Pers Nomor: B-459/SETMEN/HM.02.04/11/2025
Jakarta (21/11) – Dalam momentum peringatan Hari Anak Sedunia (HAS), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) bersama kementerian/lembaga terkait, organisasi non-pemerintah, dan swasta menyampaikan komitmen penguatan perlindungan anak di ranah dalam jaringan (daring). Langkah ini menjadi penting di tengah meningkatnya penggunaan teknologi informasi dan media sosial oleh anak-anak.
“Penggunaan teknologi informasi di satu sisi menjadi kebutuhan, tetapi di sisi lain kita juga harus memikirkan risiko yang menyertainya. Momentum HAS menjadi kesempatan untuk memperkuat kesadaran, perubahan perilaku, dan perubahan paradigma terkait perlindungan anak di dunia digital. Pemerintah bersama organisasi non-pemerintah, dan pihak swasta berkomitmen bahwa isu ini harus menjadi fokus kita,” ujar Plt. Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Ratna Susianawati, dalam Festival Hari Anak Sedunia Tahun 2025, di Jakarta, Kamis (20/11).
Penguatan komitmen ini juga tercermin pada penyusunan kerangka regulasi di tingkat nasional. Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Alexander Sabar menjelaskan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP Tunas) dan Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2025 tentang Pelindungan Anak di Ranah Daring merupakan dua peraturan yang saling mengisi.
“PP Tunas sebagai peraturan operasional, berfokus pada penyelenggara sistem elektronik (PSE) yang produknya berpotensi diakses oleh anak. Sementara itu, Peta Jalan Perlindungan Anak di Ranah Daring sebagai peraturan strategis, memastikan seluruh ekosistem, mulai dari keluarga, sekolah, pemerintah, PSE, dan komunitas untuk bergerak dalam satu arah yang sama,” tutur Alex.
Dukungan terhadap perlindungan anak di ranah daring juga datang dari organisasi non-pemerintah. Chief Executive Officer (CEO) Save the Children Indonesia, Dessy Kurwiany Ukar menyebutkan sejak 2024, Save the Children Indonesia telah bekerja sama dengan Kemen PPPA melalui program First Click yang berfokus pada pencegahan, penanganan, dan advokasi kebijakan perlindungan anak di ranah digital.
“Ini adalah aksi kolaborasi. Dalam momentum HAS, kami mengajak seluruh pihak, yaitu kementerian/lembaga, sektor swasta, orang tua, sekolah, hingga komunitas untuk bersama-sama memerangi risiko digital dan memastikan ruang digital yang aman bagi anak,” kata Dessy.
Dari sektor swasta, LEGO Group turut memperkuat ekosistem perlindungan anak di ranah digital. Senior Manager Government and Public Affairs LEGO Group, Ardi Hendharto mengatakan pihaknya berkomitmen memastikan keamanan anak dalam produk digital yang dikembangkan LEGO Group. Dalam mengembangkan ekosistem digital, LEGO Group menerapkan dua strategi utama, yaitu membangun ekosistem digital ramah anak, antara lain perlunya Verified Parental Control (VPC), sehingga orang tua dapat mengetahui seluruh aktivitas digital anak di aplikasi tersebut; Pro-Moderated Content untuk meminimalisasi terpublikasikannya konten yang tidak ramah anak; serta memastikan seluruh konten yang ada di aplikasi tersebut tanpa promosi dan transaksi.
“Kami bekerja sama dengan UNICEF mengembangkan Responsible Innovation in Technology for Children yang kita terjemahkan dalam LEGO Digital Design Principles for Kids. Ada 5 prinsip, yaitu agency, autonomy, fun, creativity, dan social connection, itu yang kami ejawantahkan dalam LEGO Play App. Sejak awal, prinsip kami adalah children is our model. Ketika masuk ke dunia digital, kami tetap menempatkan keselamatan anak sebagai prioritas,” tegas Ardi.
Selain memastikan keamanan produk, LEGO Group juga mendorong peningkatan literasi digital keluarga melalui pendekatan yang sederhana dan mudah diterapkan. Menurut Ardi, pihaknya merancang program LEGO Build and Talk untuk membantu orang tua berdialog dengan anak mengenai keamanan digital, termasuk isu cyberbullying. Berdasarkan survei LEGO Play Well Report, terjadi kesenjangan pengetahuan antara orang tua dan anak terkait isu keamanan digital. Ardi menyebutkan, 41 persen orang tua di Indonesia tidak nyaman berbicara tentang keamanan digital dan 49 persen merasa tidak memiliki pengetahuan memadai. Hal ini menyebabkan 67 persen anak mengetahui lebih banyak soal dunia digital dibanding orang tuanya.
“Menurut kami, literasi digital perlu diberikan kepada anak dan orang tua dengan cara yang sederhana, seperti mengobrol dan bermain. Program ini kami laksanakan berdasarkan temuan data mengenai kesenjangan pengetahuan terkait keamanan digital,” ujar Ardi.
Sepakat dengan Ardi, Director of Trust and Safety Grab Indonesia, Radhi Juniantino juga menyatakan komitmen Grab Indonesia dalam menyediakan layanan yang aman, nyaman, dan inklusif, termasuk bagi perempuan dan anak. Radhi menjelaskan bahwa Grab Indonesia mengembangkan berbagai fitur untuk memastikan perjalanan yang aman dan nyaman bagi perempuan dan anak, misalnya verifikasi wajah mitra, perekaman suara atau audio protect, trip monitoring, dan family account.
“Kami meluncurkan fitur family account yang memungkinkan anak berusia 13–20 tahun melakukan pemesanan secara mandiri dan orang tua menjadi admin untuk memantau langsung perjalanan anaknya. Kami juga memastikan konten yang ada di aplikasi Grab termoderasi sehingga hanya menampilkan konten yang ramah anak dan remaja. Melalui fitur ini, audio protect pun menjadi kewajiban, serta kami memastikan mitra yang menjemput adalah mitra yang sesuai dengan identitas yang terdaftar. Selain itu, orang tua juga dapat memantau kolom chat. Ini semua kami sediakan untuk memastikan keselamatan, kenyamanan, dan keamanan anak-anak dan remaja sebagai masa depan Indonesia,” pungkas Radhi.
BIRO HUMAS DAN UMUM
KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
DAN PERLINDUNGAN ANAK
Telp.& Fax (021) 3448510
e-mail : humas@kemenpppa.go.id
website : www.kemenpppa.go.id
- 21-11-2025
- Kunjungan : 17
-
Bagikan: