
Menteri PPPA Desak Proses Hukum Tegas Oknum Pendidik Pelaku Kekerasan Seksual di Tangerang
Siaran Pers Nomor: B- 280/SETMEN/HM.02.04/08/2025
Jakarta (21/8) - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi menyampaikan keprihatinan mendalam dan kemarahan atas dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh seorang oknum tenaga pendidik terhadap anak kelas 7 di sebuah sekolah menengah di Kota Tangerang. Menteri PPPA menilai tindakan ini sangat mencederai kepercayaan publik terhadap institusi pendidikan, yang semestinya menjadi ruang aman bagi anak untuk belajar, tumbuh, dan berkembang.
“Saya sangat prihatin dan mengecam keras tindakan biadab ini. Dunia pendidikan harus menjadi tempat yang aman bagi anak, bukan justru menjadi tempat terjadinya kekerasan seksual oleh orang yang seharusnya melindungi. Tidak ada alasan untuk penyelesaian damai atau kompromi dalam kasus seperti ini. Saya mendesak Kapolres Metro Tangerang Kota untuk segera menuntaskan penyelidikan dan penyidikan serta mengambil tindakan tegas terhadap pelaku, termasuk melakukan penahanan. Korban dan keluarganya berhak mendapatkan keadilan, perlindungan, dan pemulihan menyeluruh," ujar Menteri PPPA.
Menteri PPPA mengatakan berdasarkan laporan yang diterima, saat ini proses hukum masih berlangsung di Polres Metro Tangerang Kota, dengan pemeriksaan saksi-saksi yang sedang berjalan. Namun hingga saat ini, terlapor belum ditahan.
"Saat ini tim layanan SAPA 129 masih terus berkoodinasi dengan UPTD PPA Tangerang Kota yang telah melakukan pendampingan hukum secara intensif, mulai dari proses pelaporan ke kepolisian, visum, hingga BAP. Selain itu, pendampingan psikologis dan psikiatri juga telah diberikan kepada korban sebagai bagian dari layanan pemulihan," ujar Menteri PPPA.
Menteri PPPA juga mengingatkan seluruh pemangku kepentingan, termasuk lembaga pendidikan, agar tidak menutupi kasus kekerasan seksual dengan dalih menjaga nama baik institusi sebab perlindungan anak harus menjadi prioritas tertinggi. Menteri PPPA sekaligus mengajak masyarakat untuk berani melapor dan mendorong aparat agar bertindak cepat, profesional, dan berpihak kepada korban.
“Tidak boleh ada lagi korban yang terabaikan. Tidak boleh ada lagi pelaku yang bebas berkeliaran tanpa proses hukum yang adil. Kekerasan seksual terhadap anak adalah kejahatan luar biasa dan harus ditindak secara luar biasa pula. Saya juga mengingatkan dan mengajak seluruh pihak jika mendengar, melihat, atau bahkan mengalami kekerasan segera melaporkan ke layanan call center SAPA 129 atau melalui WhatsApp di 08111 129 129,” tegas Menteri PPPA.
Dari aspek hukum, dugaan tindakan yang dilakukan oleh terlapor memenuhi unsur pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang menyebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan perbuatan cabul terhadap anak. Jika terbukti bersalah, pelaku dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana dimuat dalam Pasal 82 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda hingga lima miliar rupiah. Ancaman hukuman tersebut dapat ditambah sepertiga karena pelaku merupakan tenaga pendidik.
Lebih lanjut, pelaku juga dapat dikenakan pidana tambahan sebagaimana tercantum dalam Pasal 82 Ayat (5) dan (6) undang-undang yang sama, yakni berupa pengumuman identitas, rehabilitasi, dan pemasangan alat pendeteksi elektronik. Selain itu, mengacu pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), tindakan pelaku diduga melanggar Pasal 6 dan Pasal 15 Ayat (1) huruf b dan g, yang mengatur tentang kekerasan seksual terhadap anak oleh tenaga pendidik, dengan ancaman hukuman hingga 12 tahun penjara dan denda maksimal tiga ratus juta rupiah, yang juga dapat diperberat sepertiga dari ancaman pidana pokok.
Dalam konteks ini, penting pula untuk ditegaskan bahwa sesuai Pasal 23 UU TPKS, tindak pidana kekerasan seksual tidak dapat diselesaikan melalui jalur non-yudisial atau di luar proses peradilan. Korban juga berhak atas restitusi dan layanan pemulihan sebagaimana diatur dalam Pasal 30 undang-undang tersebut, yang wajib diberikan oleh negara sebagai bentuk tanggung jawab terhadap korban kekerasan seksual.
BIRO HUMAS DAN UMUM
KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
DAN PERLINDUNGAN ANAK
Telp.& Fax (021) 3448510
e-mail : humas@kemenpppa.go.id
website : www.kemenpppa.go.id
- 21-08-2025
- Kunjungan : 754
-
Bagikan: