
Menteri PPPA: Perlindungan Perempuan dan Anak Butuh Sistem Hukum dan Layanan yang Terintegrasi dan Responsif
Siaran Pers Nomor: B-248 SETMEN/HM.02.07/05/2025
Pasuruan (31/07) Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi menegaskan bahwa perlindungan terhadap perempuan dan anak tidak dapat diselesaikan oleh satu sektor saja. Diperlukan sinergi hukum, kelembagaan, serta layanan perlindungan yang terintegrasi dan responsif terhadap kebutuhan korban.
“Banyak perempuan dan anak korban kekerasan yang menghadapi tekanan psikologis berlapis saat memasuki proses peradilan. Oleh karena itu, kerja sama lintas lembaga ini menjadi langkah penting dalam menghadirkan keadilan yang berpihak pada korban,” ujar Menteri PPPA
Momentum tersebut menjadi ajang bagi Menteri PPPA untuk menegaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor, bertepatan dengan penandatanganan Nota Kesepahaman antara Pengadilan Tinggi Agama Surabaya dan jajaran pemerintah daerah di Jawa Timur.
“Salah satu fokus utama dari kerja sama ini adalah memastikan tersedianya tenaga paralegal yang profesional, terlatih, dan memiliki perspektif gender serta hak anak. Mereka akan menjadi pendamping korban dalam proses peradilan, sehingga akses terhadap keadilan menjadi lebih cepat, ramah, dan tidak memberatkankhususnya bagi perempuan dan anak korban kekerasan,” ujar Menteri PPPA.
Menteri PPPA juga menekankan pentingnya menciptakan ekosistem perlindungan yang tidak hanya berbasis hukum, tetapi juga berbasis layanan yang inklusif, edukatif, dan berbasis komunitas.
Sementara itu, Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa menyampaikan kerja sama ini sebagai langkah strategis memperkuat sinergi multisektor dalam menciptakan sistem perlindungan holistik bagi kelompok rentan.
“Kolaborasi adalah kunci. Kita ingin membangun sistem perlindungan yang tidak sektoral, tetapi menyeluruh, melibatkan semua unsur, dari pemerintah, pengadilan, akademisi, komunitas, hingga media,” ujar Gubernur Jatim.
Gubenur Jatim menekankan pentingnya pendekatan sistemik berbasis pentahelix, dengan menekankan bahwa perlindungan perempuan dan anak membutuhkan respon hukum, psikologis, edukatif, dan kultural secara bersamaan. Ia juga menyoroti data tingginya angka perceraian dan dispensasi kawin di Jawa Timur, yang menunjukkan urgensi penguatan ketahanan keluarga dan edukasi sejak dini.
“Masa depan Jawa Timur tidak hanya ditentukan oleh kekuatan ekonomi, tetapi juga oleh cara kita memperlakukan perempuan dan anak-anak hari ini. Mari kita bangun Jatim sebagai rumah aman dan adil bagi semua,” ungkap Gubernur Jatim.
Berdasarkan data Pengadilan Tinggi Agama Surabaya, jumlah kasus perceraian di Jawa Timur tercatat 79.270 kasus (2023), 79.309 kasus (2024), dan 38.087 kasus pada Januari–Juni 2025. Mayoritas pengajuan dilakukan oleh pihak perempuan, menunjukkan kerentanan sosial dan ekonomi yang masih tinggi. Sementara itu, angka dispensasi kawin tercatat masih signifikan meski menurun, yakni 8.753 kasus pada 2024, mayoritas melibatkan anak perempuan.
Data dari BPS 2024 juga menunjukkan bahwa perempuan mencakup 51% dan anak-anak mencapai 27,5% dari total penduduk Jawa Timur. Indeks Pembangunan Gender (IPG) Jawa Timur tahun 2024 berada di angka 92,19—di atas rata-rata nasional—namun ketimpangan antarwilayah masih perlu menjadi perhatian. Sementara Indeks Perlindungan Anak (IPA) Jawa Timur tahun 2023 tercatat 67,03, lebih tinggi dari angka nasional (63,83), namun tetap menuntut peningkatan layanan dan intervensi berbasis bukti.
Dalam konteks perlindungan perempuan dan anak, UPTD PPA menjadi ujung tombak layanan. Menteri PPPA mendorong penguatan kelembagaan UPTD PPA melalui dukungan anggaran, tenaga profesional, rumah aman, serta sistem pelaporan yang terintegrasi. Provinsi Jawa Timur bersama 18 kabupaten/kota juga menjadi penerima Dana Alokasi Khusus (DAK) Non-Fisik dan Fisik PPA Tahun 2025, yang diharapkan dimanfaatkan untuk memperkuat kualitas layanan secara merata dan akuntabel.
Sebagai upaya strategis lainnya, Kemen PPPA mengembangkan Ruang Bersama Indonesia (RBI) untuk menguatkan pelaksanaan Desa/Kelurahan Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA/KRPPA). RBI didesain menjadi ruang kolaborasi lintas sektor untuk penanganan kekerasan, edukasi kesetaraan gender, penguatan komunitas, dan pemenuhan hak dasar di tingkat desa.
BIRO HUMAS DAN UMUM
KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
DAN PERLINDUNGAN ANAK
Telp.& Fax (021) 3448510
e-mail : humas@kemenpppa.go.id
website : www.kemenpppa.go.id
- 31-07-2025
- Kunjungan : 1127
-
Bagikan: