Anak Indonesia, Apakah Beban atau Solusi? - Stop Kekerasan, Bullying dan Intimidasi

Pasca tawuran antara SMAN 6 dan SMAN 70, mengundang keprihatinan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Amalia Sari Gumelar. Sebagai Ibu, anggota masyarakat, alumnus SMAN 6 , mantan komite SMAN 6, dan yang mewakili pemerintah, Linda Gumelar menjadi Pembina upacara Senin pagi di SMA Negeri 6 Jakarta (08/10).
“Saya menyampaikan duka cita atas wafatnya Alawy Yusianto Putra (15), kelas X SMAN 6. Peristiwa tersebut adalah tanggung jawab bersama, baik masyarakat, sekolah, keluarga dan penegak hukum. Saya berharap agar semangat alawy seperti keinginan dia untuk membantu beban kerja kedua orangtuanya dan semangat dia untuk menjadi mahasiswa melalui jalur PMDK bisa meringankan beban orangtuanya dengan tidak mengeluarkan biaya yang besar untuk kuliah di swasta, menjadi teladan bagi kita semua. Tanpa ada rasa kebencian, dendam, tetapi dengan prestasi, kasih sayang dan memaafkan”, arahan Linda Gumelar ditengah amanat upacara kepada seluruh siswa SMAN 6.
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010, penduduk Indonesia ada 237,64 juta dan 30% nya adalah anak. Sehingga sepertiga dari penduduk Indonesia adalah anak yang berumur dibawah 18 tahun, dengan begitu tentunya anak merupakan aset generasi penerus bangsa yang mampu membawa Indonesia menjadi lebih baik. “Kalian adalah anak Indonesia, apakah kalian ingin menjadi beban atau solusi bagi pembangunan Indonesia??” tanya Linda Gumelar di hadapan seluruh SMAN 6 dan dijawab serentak dengan jawaban “SOLUSI”. Menurut Linda, sudah menjadi kewajiban anak Indonesia untuk berpartisipasi dalam memberikan solusi terbaik di peer group, keluarga, lingkungan sekolah dan di masyarakat.
Seusai upacara, sebagai bentuk komitmen sekolah dalam menghentikan pertikaian dan tawuran, SMA Negeri 6 membagikan pin "STOP KEKERASAN, BULLYING & INTIMIDASI, TRAGEDI 24 SEPT’ 2012 INI YANG TERAKHIR" kepada seluruh siswa. Pada kesempatan itu, Menteri PP-PA, Linda Gumelar menyematkan pin kepada beberapa siswa yang menjadi perwakilan sekolah. “Kita tentunya berharap dan bertekad untuk menghentikan pertikaian dan permusuhan ini. Hal ini tidak hanya dilakukan oleh sekolah, tetapi juga seluruh lapisan masyarakat dan pihak-pihak terkait untuk mewujudkan keinginan ini” jelas Linda Gumelar.
Menurut Linda, penegakan hukum melalui "reward dan punishment" yang ditegakkan di sekolah-sekolah, diharapkan dapat membuat pelajar-pelajar sekolah mengetahui rambu-rambu dan peraturan yang ada. Sehingga bila mereka terlibat tawuran, sekolah dapat mempertimbangkan kembali apakah anak tersebut dapat melanjutkan pendidikannya di sekolah tersebut. Dengan peraturan yang mengikat namun bukan dengan sistem "algojo" dan memiliki ruang untuk berkreatifitas dan mengarahkan minat dan bakat siswanya, dapat mengurangi bahkan menghilangkan kasus-kasus tawuran seperti kemarin. (hm)
Foto terkait:



- 23-02-2016
- Kunjungan : 4004
-
Bagikan: