
Kemen PPPA dan UNFPA Refleksikan 5 Tahun Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Berbasis Gender dalam Bencana pada Hari Kemanusiaan Sedunia 2024
Siaran Pers Nomor: B- 260 /SETMEN/HM.02.04/8/2024
Jakarta (21/8) – Dalam rangka memperingati Hari Kemanusiaan Sedunia, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) bersama UNFPA, melaksanakan diseminasi hasil pembelajaran sub klaster Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Berbasis Gender, dan Pemberdayaan Perempuan (PP KBG PP) selama lima tahun terakhir (2018-2023).
Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kemen PPPA, Ratna Susianawati menyampaikan Kemen PPPA sebagai koordinator sub klaster KBG berkomitmen untuk melindungi perempuan, anak, dan kelompok rentan dari risiko tinggi kekerasan di situasi bencana lewat Peraturan Menteri PPPA Nomor 13 Tahun 2020 tentang Perlindungan Perempuan dan Perlindungan Anak Dari Kekerasan Berbasis Gender Dalam Bencana.
"Peraturan Menteri PPPA Nomor 13 Tahun 2020 tentang Perlindungan Perempuan dan Perlindungan Anak Dari Kekerasan Berbasis Gender Dalam Bencana menjadi landasan kuat dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan berbasis gender. Kemen PPPA sebagai koordinator sub klaster PP KBG PP, berkomitmen untuk melindungi perempuan, anak, dan kelompok rentan dari risiko kekerasan dalam situasi bencana. Kami bekerja sama dengan UNFPA untuk terus mengembangkan panduan, standar, dan prosedur operasional yang efektif. Kemen PPPA didukung UNFPA dan berkoordinasi dengan BNPB serta Kementerian Sosial, telah menginisiasi sub klaster PP KBG PP sebagai mekanisme koordinasi pentahelix. Sistem ini telah diimplementasikan di tingkat nasional dan daerah, dengan tujuan membangun kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana. Sejak tahun 2018 hingga 2024, telah terbentuk 12 sub klaster di berbagai daerah, didukung oleh regulasi daerah dan program orientasi standar minimal,” ujar Ratna, pada Selasa (20/8).
Ratna juga menggarisbawahi peran penting perempuan dalam upaya mitigasi bencana. Ia menyoroti fakta bahwa perempuan sering kali menjadi kelompok yang paling rentan dalam situasi darurat, namun juga bisa menjadi relawan yang tangguh dan berkontribusi signifikan dalam penanggulangan bencana. Oleh karena itu, peningkatan kapasitas perempuan menjadi fokus utama dalam program-program yang akan datang.
“Perempuan, anak-anak, dan kelompok rentan lainnya umumnya mengalami dampak yang lebih signifikan dan peningkatan kerentanan dalam situasi bencana. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan akses terhadap fasilitas dasar, perpisahan dari keluarga dan komunitas, serta kurangnya privasi dan bantuan kemanusiaan yang responsif gender. Situasi bencana secara signifikan meningkatkan risiko terjadinya kekerasan, bahkan hingga empat kali lipat dibandingkan kondisi normal. Kenaikan kasus kekerasan telah tercatat dalam beberapa peristiwa bencana besar seperti di Aceh 2005-2006, Padang 2010, dan Sulawesi Tengah 2018-2019. Kekerasan berbasis gender merupakan ancaman serius yang membayangi perempuan dan anak perempuan, baik sebelum maupun selama bencana. Kenaikan signifikan kasus KBG dalam situasi darurat mengharuskan kita untuk bertindak tegas dan proaktif. Pencegahan dan penanganan KBG harus menjadi prioritas utama, tanpa menunggu adanya bukti konkret. Adanya potensi ancaman sudah cukup menjadi alasan kuat untuk mengambil tindakan preventif,” ujar Ratna.
Sementara itu, Asisten Representatif UNFPA, Verania Andria menyampaikan pihaknya terus mendukung Kemen PPPA dalam mengembangkan peraturan, panduan, standar minimum, prosedur operasional standar, serta penguatan koordinasi.
"UNFPA berkomitmen untuk terus mendukung Pemerintah Indonesia dalam memastikan kebutuhan perempuan dan anak perempuan terpenuhi selama krisis kemanusiaan, sehingga mereka dapat tetap aman dan bermartabat. Kami akan terus memperkuat upaya pencegahan dan penanganan kekerasan berbasis gender melalui regulasi, koordinasi lintas sektor, dan peningkatan kapasitas para pemangku kepentingan,” ujar Verania.
Hasil asesmen di lima area terdampak bencana (Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur, Sumatra Barat, dan Jawa Barat) yang terangkum dalam Kaji Cepat Risiko Kekerasan Berbasis Gender dan Audit Keamanan/Keselamatan sub klaster PP KBG PP mengungkapkan berbagai tantangan yang dihadapi perempuan yang masih ada di dalam penanggulangan bencana.
"Kaji cepat ini menunjukkan bahwa penanganan pengungsian masih belum sepenuhnya sensitif gender dan inklusifmemadai. Dibutuhkan advokasi berkelanjutan dan kolaborasi lintas sektor yang lebih serius dan terstruktur untuk mengurangi risiko kekerasan berbasis gender dalam penanggulangan bencana," jelas Elisabeth Sidabutar, Humanitarian Programme Analyst UNFPA Indonesia.
Deputi Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Prasinta Dewi yang turut hadir juga menyampaikan ketersediaan data terpilah berdasarkan jenis kelamin, usia, dan disabilitas atau Sex, Age, Disability Disaggregated Data (SADDD) juga menjadi kunci.
"Data SADDD memungkinkan respons bencana yang lebih inklusif dan tepat sasaran, memastikan tidak ada satu pun yang tertinggal. Melalui Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 13 Tahun 2014 tentang Pengarusutamaan Gender di Bidang Penanggulangan Bencana, BNPB terus berupaya mengintegrasikan pencegahan dan penanganan KBG ke dalam seluruh aspek koordinasi dan mekanisme perlindungan dalam kebencanaan,” ujar Prasinta.
Dalam acara peringatan Hari Kemanusiaan Sedunia ini, selain talkshow, acara juga diisi dengan pengenalan aplikasi data pilah bencana dan pameran foto ‘Perempuan dalam Respon Kemanusiaan’ yang menampilkan kontribusi inspiratif para perempuan dalam aksi kemanusiaan dari anggota sub klaster Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Berbasis Gender, dan Pemberdayaan Perempuan.
BIRO HUKUM DAN HUMAS
KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
DAN PERLINDUNGAN ANAK
Telp.& Fax (021) 3448510
e-mail : humas@kemenpppa.go.id
website : www.kemenpppa.go.id
- 21-08-2024
- Kunjungan : 2859
-
Bagikan: