
Lindungi Perempuan dan Anak dari Jaringan Terorisme, Kemen PPPA dan BNPT Teken Perjanjian Kerja Sama
Siaran Pers Nomor: B-217/SETMEN/HM.02.04/07/2023
Jakarta (11/7) – Dalam rangka memberikan perlindungan terhadap perempuan dan anak dalam situasi yang membahayakan keselamatan dan kesejahteraan hidup, salah satunya tindak pidana terorisme, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPT) melakukan Penandatanganan Kerja Sama terkait Penanggulangan Tindak Pidana Terorisme bagi Perempuan dan Anak, di Jakarta.
Plt. Sekretaris Kemen PPPA, Titi Eko Rahayu mengungkapkan Perkembangan jaringan terorisme saat ini menjadikan anak sebagai sasaran untuk dilibatkan dalam sejumlah aksi terorisme karena mereka dianggap belum memiliki mekanisme pertahanan kognitif yang kuat dan cenderung bereaksi secara reseptif atau lebih banyak menerima sehingga mereka lebih mudah dipengaruhi oleh lingkungan dan ditanamkan paham radikalisme.
“Melalui perjanjian kerja sama ini kita berharap dapat meningkatkan koordinasi, sinergisitas, efektivitas pertukaran informasi, dan kerja sama antara Kemen PPPA dan BNPT dalam Pencegahan Tindak Pidana Terorisme Bagi Perempuan, Anak, dan Kelompok Rentan. Tentu harapan kedepan, sinergitas dan kolaborasi dalam Pencegahan dan Perlindungan Anak dalam penanggulangan tindak pidana terorisme semakin menguat, tidak hanya antara Kemen PPPA dan BNPT, namun juga seluruh K/L terkait,” ungkap Titi.
Titi mengatakan keterlibatan anak dalam radikalisme dan terorisme merupakan permasalahan multifaktor, sehingga dibutuhkan penanganan dan intervensi yang multi sektor. Perlindungan Anak dari radikalisme dan tindak pidana terorisme menjadi salah satu fokus implementasi Pilar 1 Pencegahan pada Perpres Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Menjurus Terorisme 2020-2024.
“Sebagai wujud sinergi dan kolaborasi dalam perlindungan anak korban jaringan terorisme, pada tahun 2022, Kemen PPPA bersama BNPT telah menandatangani nota kesepahaman terkait Sinergisitas Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak dalam Penanggulangan Tindak Pidana Terorisme, dan juga telah membuat turunan nota kesepahaman tersebut melalui Perjanjian Kerja Sama antara Kemen PPPA dan BNPT tentang Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak dalam Penanggulangan Tindak Pidana Terorisme,” ujar Titi.
Titi menambahkan Kemen PPPA bekerja sama dengan Yayasan Nihadhul Qulub Indonesia menyelenggarakan kegiatan bimtek hingga 3 (tiga) hari ke depan, dimana kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari penyusunan Panduan Mekanisme Koordinasi Perlindungan Anak Korban Jaringan Terorisme yang telah berproses sejak rentang bulan Januari 2023 hingga bulan Juni tahun 2024. Panduan Mekanisme Koordinasi ini akan sangat dibutuhkan dan bermanfaat bagi seluruh stakeholder/aktor perlindungan anak untuk memaksimalkan implementasi perlindungan anak dari radikalisme, ekstrimisme, dan tindak pidana terorisme.
“Kami meyakini setiap Kementerian/Lembaga telah melakukan banyak upaya untuk memastikan perlindungan anak berjalan dengan maksimal sesuai dengan tugas dan fungsinya. Dengan adanya Bimtek ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan SDM Kementerian/Lembaga dalam melindungi anak korban jaringan terorisme secara lebih komprehensif, mendorong K/L untuk memperkuat kebijakan dan program yang sinergis dalam konteks perlindungan anak korban jaringan terorisme, serta dapat memperkuat sistem koordinasi dan konsolidasi implementasi mekanisme perlindungan anak korban jaringan terorisme yang bertumpu pada impact oriented dan berkesinambungan,” ujar Titi.
Sekretaris Utama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPT), Bangbang Surono mengungkapkan MoU antara Kepala BNPT dengan Menteri PPPA telah ditandatangani sejak 19 April 2022. Hal tersebut mengindikasikan bahwa isu terorisme yang melibatkan perempuan dan anak-anak memang perlu mendapatkan perhatian dan penanganan khusus. Bangbang mengatakan tren menunjukkan perempuan dan anak semakin dilibatkan secara aktif dalam serangan teror, dimana sebelumnya peran mereka hanya sebatas sebagai pendukung aksi yang dilakukan laki-laki dewasa seperti suami maupun ayah.
“Keterlibatan aktif perempuan dan anak dalam jaringan radikalisme dan terorisme di Indonesia dimulai sejak tahun 2016. Peran mereka berkembang menjadi pelaku serangan, propagandis, peretas, donatur hingga perekrut aktif. Kita semua dikejutkan dengan rangkaian serangan bom Surabaya pada 2018 silam, serangan tersebut merupakan yang pertama melibatkan keluarga sebagai pelaku, termasuk istri dan anak di dalamnya. Serangan tersebut menunjukkan bahwa paparan ideologi radikal terorisme terhadap perempuan dan dimulai dari lingkup keluarga. Pelibatan anak dan perempuan secara nyata menunjukkan adanya pergeseran strategis maupun modus operandi yang digunakan kelompok teror,” ungkap Bangbang.
Bangbang menekankan satu hal yang harus disepakati bersama, apapun perbuatannya, anak adalah korban jaringan terorisme. Untuk itu, perlu regulasi yang intensif dalam rangka pencegahan maupun penanganan pelibatan perempuan dan anak dalam terorisme. Sinergi antar kementerian/lembaga dari tingkat pusat hingga daerah, bahkan partisipasi aktif berbagai elemen masyarakat sangat dibutuhkan, khususnya dalam konteks perjanjian kerja sama ini, yakni antara BNPT dan Kementerian PPPA.
“Hadirnya BNPT dan Kemen PPPA hari ini merupakan bukti nyata dari upaya bersama untuk membangun masa depan yang lebih aman dan adil bagi generasi mendatang. Kolaborasi ini tidak hanya akan memperkuat sinergi kita dalam menghadapi tantangan masa depan yang kompleks, tetapi juga memperluas cakupan strategi kebijakan yang inklusif,” ujar Bangbang.
BIRO HUKUM DAN HUMAS
KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
DAN PERLINDUNGAN ANAK
Telp.& Fax (021) 3448510
e-mail : humas@kemenpppa.go.id
website : www.kemenpppa.go.id
- 11-07-2024
- Kunjungan : 1402
-
Bagikan: