
Menteri PPPA: Tingkatkan Keterwakilan Perempuan dalam Alat Kelengkapan Dewan untuk Wujudkan Parlemen yang Inklusif
Siaran Pers Nomor: B- 340/SETMEN/HM.02.04/11/2023
Jakarta (6/11) – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi menyatakan upaya meningkatkan keterwakilan perempuan di parlemen bukan hanya tentang memenuhi angka atau kuota 30%, tetapi juga tentang mewujudkan parlemen yang benar-benar inklusif terhadap seluruh masyarakat Indonesia. Perbedaan kebutuhan, pengalaman, dan perspektif antara perempuan dan laki-laki, menurut Menteri PPPA dapat memberikan referensi bagi legislator perempuan dalam meningkatkan kualitas kinerja lembaga legislatif, baik dalam fungsi legislasi, pengawasan dan penganggaran.
“Dalam perspektif keterwakilan perempuan pada lembaga DPR RI, terdapat tren kenaikan keterwakilan perempuan di parlemen. Apabila dalam Pemilu tahun 2019, perempuan menduduki 120 kursi dalam Lembaga DPR, maka pada Pemilu tahun ini perempuan memperoleh kenaikan menjadi 127 kursi dari total 580 kursi yang tersedia. Ini menjadi sebuah catatan yang baik dalam upaya bersama meningkatkan keterwakilan perempuan di parlemen. Ini waktunya kita teruskan perjuangan bukan hanya untuk memenuhi kuota perempuan, dan bukan hanya ditujukan dalam konteks kesetaraan gender, namun juga dimaksudkan untuk menghasilkan parlemen yang lebih inklusif,” ujar Menteri PPPA saat membuka seminar “Srikandi Perempuan Dalam Kancah Politik; Keterwakilan Perempuan dalam Pimpinan Alat Kelengkapan DPR RI 2024-2029”.
Menteri PPPA mengatakan meskipun masih di bawah angka 30% keterwakilan caleg perempuan, ini merupakan kursi terbanyak yang pernah diraih perempuan dalam sejarah pemilu pasca reformasi.
“Dengan memastikan perempuan memiliki jumlah yang layak di parlemen, kita dapat menciptakan kebijakan yang mewakili perempuan. Saya ingin menegaskan sekali lagi bahwa Kemen PPPA memiliki komitmen yang kuat untuk bersinergi bersama instansi pemerintah dan masyarakat sipil, untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan, baik di sektor politik maupun profesional. Oleh karena itu, upaya peningkatan keterwakilan perempuan harus menjadi prioritas nasional, bukan hanya sebagai bagian dari komitmen terhadap kesetaraan gender, tetapi juga sebagai langkah penting menuju demokrasi yang lebih baik,” tambah Menteri PPPA.
Menteri PPPA menyebutkan Pemilu 2024 telah menyisakan pekerjaan rumah dalam memperjuangkan partisipasi perempuan yang lebih baik dalam politik. Pentingnya kebijakan afirmasi bagi perempuan, penguatan perlindungan hukum dalam bidang bidang politik kepada perempuan dan pembangunan alat audit keamanan gender adalah beberapa agenda yang perlu kita perjuangkan bersama.
Dalam hal Alat Kelengkapan Dewan (AKD), Menteri PPPA menyatakan AKD merupakan instrumen bagi DPR dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya. Oleh karena itu, keberadaan legislator perempuan dalam AKD menjadi sangat penting untuk turut serta dalam pengambilan keputusan. Komitmen partai politik terhadap keterwakilan perempuan dalam AKD menjadi sangat penting mengingat peran strategis partai politik dalam menentukan pengisian anggota dan pimpinan AKD. Terkait pelibatan perempuan dalam AKD ini pun telah tercantum dalam Putusan MK No.82/PUU-XII/2014 yang menyebutkan komposisi pimpinan AKD dengan kewajiban memenuhi keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi.
“Kita juga telah mengikuti bersama proses mekanisme internal DPR RI pasca pelantikan, yaitu pembentukan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) DPR RI, yang terdiri dari 13 komisi dan 7 badan. Dalam periode 2019-2024, hanya 11 dari 87 pimpinan AKD yang merupakan legislator perempuan. Namun, dalam periode 2024-2029, keterwakilan perempuan meningkat menjadi 14 dari 70 pimpinan DPR dan komisi, serta 7 dari 35 pimpinan badan. Meskipun ada kemajuan, legislator perempuan tetap tidak terwakili di beberapa posisi strategis, termasuk pimpinan Badan Anggaran, Badan Legislasi, Badan Akuntabilitas Keuangan Negara, dan Mahkamah Kehormatan Dewan, serta di Komisi I, II, V, VIII, XI dan XIII,” ujar Menteri PPPA.
Sementara itu, Wakil Ketua MPR RI, Eddy Soeparno mengungkapkan terkait dengan keterwakilan perempuan di parlemen tidak boleh ada domestifikasi perempuan dalam jabatan publik tertentu saja serta harus ada kesempatan bagi perempuan yang setara. Hal ini sejalan dengan kebijakan affirmative action yang mengutamakan kesadaran bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan yang setara.
“Kepercayaan terhadap perempuan di jabatan eksekutif terbukti mampu dilaksanakan dengan baik. Sementara itu, di legislatif lahir beberapa rancangan undang-undang pro terhadap perlindungan perempuan yang telah secara konsisten diperjuangkan. Saat ini, melihat perkembangan yang terjadi, membedakan jabatan untuk laki-laki dan perempuan tak lagi relevan sebab sudah banyak yang membuktikan bahwa keterwakilan perempuan dalam berbagai bidang terutama parlemen telah mampu menghasilkan beberapa kebijakan inklusif,” ujar Eddy.
Dalam sesi talkshow hadir pula beberapa narasumber yang membahas terkait keterwakilan perempuan dalam pimpinan alat kelengkapan DPR RI antara lain; Dewan Pengarah Perludem sekaligus Pakar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UI, Titi Anggaraini, Anggora Komisi IX DPRI RI, Nafa Indria Urbach, Anggota Komisi IV DPR RI, Hindun Anisah, dan Direktur Eksekutif Cakra Wikara Indonesia (CWI). Adapun beberapa highlight hasil rekomendasi dari pertemuan hari ini adalah; Pemerintah dan parlemen perlu memperkuat kerangka kebijakan afirmasi yang memungkinkan terbentuknya ekosistem bagi perempuan untuk mendapat kesempatan adil dan setara dalam politik. Fokus tidak cukup hanya di perbaikan statistik, melainkan pada pendekatan yang interseksional terutama di dalam kepengurusan dan proses-proses internal partai politik; Sejalan dengan amanat Putusan Mahkamah Konstitusi No. 82/PUU/XII/2014 dan No. 89/PUU/XII/2014, parlemen harus memperkuat kerangka peraturan perundang-undangan yang mengutamakan keterwakilan perempuan secara proporsional di legislatif, eksekutif, dan yudikatif melalui amandemen Undang-Undang Pemilu, Undang-Undang Pilkada, Undang-Undang Partai Politik, dan Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3); serta partai politik di parlemen (sebagai fraksi) wajib memastikan proporsionalitas keterwakilan perempuan baik sebagai pimpinan maupun anggota alat kelengkapan di parlemen.
BIRO HUKUM DAN HUMAS
KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
DAN PERLINDUNGAN ANAK
Telp.& Fax (021) 3448510
e-mail : humas@kemenpppa.go.id
website : www.kemenpppa.go.id
- 06-11-2024
- Kunjungan : 3564
-
Bagikan: