
Menteri PPPA Dorong Keterwakilan Pemimpin Perempuan di Sektor Publik
Siaran Pers Nomor: B-392/SETMEN/HM.02.04/12/2024
Jakarta (6/12) – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi menekankan pentingnya kepemimpinan perempuan dalam jabatan strategis di sektor publik untuk mewujudkan kesetaraan gender dan pembangunan negara yang inklusif. Menteri PPPA mengatakan sudah ada regulasi yang mengatur mengenai 30 persen minimum keterwakilan perempuan di parlemen. Untuk mendukung hal tersebut, upaya peningkatan perwakilan perempuan di Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) di level pemerintahan juga perlu diupayakan bersama.
“Perempuan banyak menghadapi tantangan, mulai dari diskriminasi, marginalisasi, hingga stereotip di masyarakat. Tantangan-tantangan ini menjadi penghalang bagi perempuan untuk meraih kesempatan yang setara di berbagai bidang, termasuk dalam posisi kepemimpinan di sektor publik,” kata Menteri PPPA dalam Seminar Strategic Action Plan To Close The Gender Gap in Public Sector Leadership Roles yang diselenggarakan secara hybrid (5/12).
Menteri PPPA menyampaikan beberapa langkah strategis yang telah ditempuh pemerintah untuk meningkatkan keterwakilan perempuan, termasuk melalui regulasi seperti Undang-Undang No. 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik dan Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang mengamanatkan minimal 30 persen keterwakilan perempuan.
“Sayangnya, target ini belum sepenuhnya tercapai, baik di parlemen maupun sektor publik. Di parlemen saat ini jumlah keterwakilan perempuan mencapai 22,5 persen. Meski angka ini masih berada di bawah target minimal 30 persen, namun capaian ini merupakan yang tertinggi dalam sejarah Pemilu pasca reformasi. Sedangkan menurut data Badan Kepegawaian Negara (BKN) Tahun 2023 menunjukkan perempuan yang menduduki JPT Madya hanya 17,8 persen, sementara di JPT Pratama hanya 16 persen,” jelas Menteri PPPA.
Menteri PPPA menyampaikan pemerintah melalui Program Prioritas Presiden Nomor 10, secara spesifik telah menargetkan penguatan kesetaraan gender, perlindungan hak perempuan dan anak, serta hak penyandang disabilitas. Sebagai implementasi, program ini telah dijabarkan hingga tingkat proyek pembangunan, termasuk upaya peningkatan agensi dan partisipasi perempuan dalam birokrasi dan jabatan publik.
“Kemen PPPA berkomitmen untuk terus bersinergi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN RB), Lembaga Administrasi Negara (LAN), Badan Kepegawaian Negara (BKN), dan organisasi seperti Ikatan PIMTI (Pimpinan Tinggi) Perempuan guna meningkatkan keterwakilan perempuan di sektor publik. Upaya ini mencakup pengembangan kapasitas ASN perempuan di posisi strategis, serta pengelolaan manajemen talenta yang transparan dan berbasis meritokrasi. Kami juga mendorong ASN perempuan untuk lebih aktif memacu karier, memperkuat kompetensi, dan meningkatkan kapasitas diri agar dapat meraih jenjang karier yang lebih tinggi,” kata Menteri PPPA.
Mendukung hal tersebut, Menteri PAN RB, Rini Widyantini menyampaikan kerja bersama perlu dilakukan oleh kementerian/lembaga dalam mewujudkan lingkungan kerja yang lebih inklusif melalui formulasi kebijakan, hingga pengawasan.
“Data profil ASN menunjukan terdapat 4,7 juta ASN, dimana 57 persen adalah perempuan. Meski jumlah ASN perempuan mendominasi, tapi representasi mereka di JPT atau struktural relatif lebih rendah dari laki-laki. Hal ini bukan semata-mata karena kurangnya kualifikasi, tapi bagi perempuan masa reproduksinya berbeda dengan laki-laki. Jadi memang dalam masa karier perempuan ini agak terhenti untuk hamil, melahirkan, dan melaksanakan hal lainnya. Padahal ada beberapa riset yang menunjukan sebetulnya kepemimpinan perempuan itu mempunyai korelasi yang baik bagi performa organisasi,” ungkap Menteri PAN RB.
Menteri PAN RB menyampaikan upaya yang telah dilakukan dalam mendukung kepemimpinan perempuan di sektor publik, diantaranya dengan mengeluarkan beberapa regulasi, seperti Peraturan Menteri PAN RB Nomor 7 Tahun 2022 tentang Sistem Kerja yang memberikan kesempatan bagi perempuan dapat menjadi team leader sesuai dengan kompetensi dan keahliannya, Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2023 tentang Hari dan Jam Kerja yang memungkinkan fleksibilitas jam kerja bagi ASN terlebih pada perempuan. Selain itu, Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Manajemen ASN juga akan memberikan cuti melahirkan pada ASN laki-laki yang mendampingi istrinya.
Ketua Presidium Ikatan PIMTI Perempuan Indonesia, Sally Salamah menyampaikan upaya yang telah dilakukan dalam mendorong kepemimpinan perempuan pada JPT di sektor publik, diantaranya melalui focus group discussion (FGD) dalam merumuskan usulan maupun rekomendasi yang telah disampaikan kepada beberapa instansi terkait.
“Kami berharap dua atau tiga tahun lagi rekomendasi kami bisa membawa perubahan signifikan di kementerian/lembaga maupun daerah pemerintahan kita sehingga bisa memberikan kesempatan-kesempatan bagi perempuan untuk bisa berkinerja dan berkarya lebih baik di masa yang akan datang,” kata Sally.
BIRO HUKUM DAN HUMAS
KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
DAN PERLINDUNGAN ANAK
Telp.& Fax (021) 3448510
e-mail : humas@kemenpppa.go.id
website : www.kemenpppa.go.id
- 06-12-2024
- Kunjungan : 1575
-
Bagikan: